Karya: Rama
Lubuklinggau pada rembang senja, begitulah orang-orang sering menyebutnya dalam sajak. Layaknya kota, selalu saja ada hal-hal yang membuat kota ini tak selalu indah seperti slogannya, termasuk orang-orang yang menjalankan kehidupan di dalamnya, bahkan tak sedikit yang menyerah kemudian hijrah ke kota yang lebih menjanjikan. Entahlah, mungkin karena tatanan sosial yang terlalu individualistik, ketidakpastian hidup atau pengaruh gaya hedonisme yang menjangkit sebagian manusia di dalamnya, sehingga yang menjadi tolak ukur kesuksesan adalah apa yang tampak di akun-akun media sosial.
“Maaf aku terlalu bertele-tele,” ucap Shika dengan segala idealisnya. Sore itu, di sebuah taman kota tempat Shika dan teman-teman berkumpul dan berdiskusi dalam kelas filsafat, itu kali pertama Shika menghadiri kelas tersebut.
“Oke, teman-teman sesi hari ini kita tangguhkan sementara, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya,” Rinka menutup kelas filsafat dan memastikan jadwal pertemuan berikutnya.
Di rumah, Shika kembali mengingat dan membuka catatan-catatan penting yang ia tulis saat kelas berlangsung tadi sore. “Mengapa Hidup dan Apa Tujuan hidup?” Dua pertanyaan itu masih menjadi sebuah misteri yang memaksa Shika berpikir sangat keras, apalagi di pertemuan berikutnya ia harus menjelaskan dari pertanyaan yang terdengar sepele tapi sangat rumit untuk dijawab. Dalam kebingungan, Shika menemukan ide. “AI, iya, AI. Kenapa tidak dari tadi ya…” senyumnya sumringah sebab solusi terbaik saat ini adalah bertanya kepada Artificial Intelligence yang sedang hangat dibicarakan orang-orang karena kemampuannya menjawab semua persoalan apapun. Jarinya bergegas mengetik di sebuah aplikasi AI terkemuka dengan kata kunci, “Mengapa hidup dan apa tujuan hidup?” Beberapa detik kemudian jawaban pun telah tersedia.
Hidup adalah sebuah misteri yang tak terpecahkan, sebuah teka-teki yang terus-menerus berubah dan berkembang. Seperti sebuah sungai yang mengalir tanpa henti, hidup membawa kita melalui berbagai pengalaman, emosi, dan peristiwa yang membentuk kita menjadi siapa kita hari ini.
Tujuan hidup, bagi sebagian orang, adalah mencari kebahagiaan dan kepuasan. Mereka berusaha untuk mencapai kesuksesan, mengumpulkan harta, dan membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain. Namun, bagi yang lain, tujuan hidup mungkin lebih dalam dan lebih kompleks. Mereka mencari makna dan arti, berusaha untuk memahami diri sendiri dan tempat mereka di dunia ini.
Bagi beberapa orang, hidup adalah sebuah perjalanan spiritual, sebuah pencarian untuk menemukan koneksi dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan, seperti “Apa arti hidup?” dan “Apa tujuan saya di dunia ini?”
Seketika, Shika takjub dengan jawaban yang diberikan oleh AI. “Ternyata hidup adalah pilihan, bukan sekadar menjalani keseharian kemudian terus mengulang rutinitas,” pikirnya sembari berucap lirih, diakhiri dengan menulis kesimpulan tentang pertanyaan di buku catatan. Shika senang bukan kepalang, rasanya waktu temu ruang kelas filsafat minggu depan bisa sesegera mungkin, sebab jawaban yang ia sangka rumit telah ditemukan.
Waktu berlalu. Dua hari lagi jadwal kelas filsafat dimulai. Seperti biasa, Shika dengan pekerjaannya sebagai fotografer telah membuat janji dengan kliennya untuk melakukan sesi pemotretan di suatu acara wisuda. Setelah mengabadikan momen-momen berharga di acara wisuda, Shika pulang dengan hati yang riang, hari itu sangat melelahkan serta menyenangkan bagi Shika, lelahnya terbayar oleh penghasilan yang cukup memuaskan. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba kepala Shika berputar-putar, pikirannya kacau, dan rasa pusing yang tak tertahankan tanpa tahu apa penyebabnya, sampai di rumah ia langsung merebahkan badan, mungkin karena kelelahan pikirnya.
Shika terbangun dari tidur yang lelap tapi kepalanya masih sedikit pusing, kemudian ia bangun dan menatap cermin persis di depannya, namun wajah yang terpantul membuatnya terkejut dan bertanya, “Siapa yang ada di dalam cermin itu?”
Bahkan ia tak lagi ingat, siapa namanya atau, apa yang telah terjadi sebelumnya, dan ternyata amnesia telah mengambil alih ingatannya, meninggalkan kekosongan, dan kehampaan dalam diri Shika.
Di meja depan cermin tergeletak buku catatan harian, Shika dengan penasaran mengambil buku catatan itu dan membacanya, tulisan itu terasa familiar bagi Shika sekaligus cukup terasa asing baginya, dan saat membolak balik lembar demi lembar, ia menemukan jadwal kelas filsafat yang telah tercatat sebelumnya lengkap dengan waktu dan tempat berkumpulnya, seketika rasa penasaran dan harapan muncul di hatinya.
Kelas filsafat dimulai, Shika duduk di antara beberapa anggota komunitas lainnya, mencoba mengingat apa yang telah ia pelajari sebelumnya, meski ingatannya tetap kabur, satu-satunya yang ia tahu adalah bahwa ia harus hadir di kelas ini dan berharap melalui diskusi filsafat dapat membantu ingatanya pulih. Setelah materi filsafat selesai, sesi diskusi dimulai. Rinka, tutor kelas tersebut menunjuk Shika untuk menjelaskan tentang pelajaran kelas minggu lalu, sontak Shika kebingungan dan tak tahu apa yang harus diperbuat.
“Boleh lihat catatan kok, kalau masih belum ingat tugas kemarin,” sindir Rinka dengan nada bercanda.
Shika semakin kebingungan, dengan terpaksa ia membuka buku catatan yang sedang ia pegang. “Mungkin, tujuan hidup kita tak selalu sama, tujuan hidup adalah menjalani hidup itu sendiri, hanya untuk menikmati momen terbaik dan, atau hidup hanyalah sebuah permainan dan lain sebagainya,” Shika memulai.
Kemudian ia melanjutkan, “Bagiku, apalah artinya hidup jika tak bisa memberi makna, seperti yang telah dinyatakan oleh Socrates, ‘Hidup yang tak dimaknai tak layak untuk dihidupi’. Lebih dari itu, aku telah memilih dan menemukan tujuan hidupku yaitu bahagia. Untuk menuju bahagia tentu saja kita harus bisa menerima setiap apapun yang terjadi lebih tepatnya mensyukuri apa yang ada dan belajar dari setiap proses kehidupan. Bukankah manusia yang paling bahagia adalah mereka yang bisa fokus dan menikmati konsep hidup untuk saat ini, detik ini dan hari ini. Dan pada akhirnya, apapun tujuan hidup kita, satu hal yang pasti, bahwa hidup adalah sebuah proses untuk berkembang dan berubah. Darinya, kita tumbuh, kita belajar, kita mengalami kegagalan dan kesuksesan kemudian membentuk diri kita menjadi siapa kita hari ini.
Semua yang mendengarnya terpukau, diiringi oleh tepuk tangan yang meriah, tapi disisi lain, Shika masih bingung mengapa semua orang bertepuk tangan. Shika kemudian sadar satu hal, dalam keadaan apapun baginya harapan dan penasaran adalah kunci dari kebahagiaan yang sebenarnya, terlepas apapun yang terjadi di masa lalu ia tak lagi ingat dan tak ingin lagi mengingat apa yang telah terjadi. Baginya, hari ini adalah hari baru bagi jiwa yang baru dengan perasaan baru, Shika bergumam pelan, “Hidup bukan tentang menemukan diri sendiri tapi menciptakan diri sendiri.”