I want to be

Hai namaku Azizah Fitriyah yang sekarang sedang menempuh pendidikan di salah satu kampus yang ada di kota Lubuklinggau. Aku putri sulung dari bapak Irawansyah dan ibu Yuliyanti, bercerita mengenai kinginanku kedepannya ingin menjadi apa rasanya sulit sekali. Sekolah menengah atas aku tempuh di kota kelahiranku Tebing Tinggi Empat Lawang tepatnya di SMA MODEL NEGERI 2 TT. Di sana banyak sekali pengalamanku dari bergabung ke organisasi di sekolah sampai menjadi bagian penting di sekolah. Mencalonkan diri sebagai ketua OSIS yang awalnya cuma iseng tapi membuahkan hasil yang sedikit mengecewakan. Meskipun begitu aku masih bangga, duduk di bangku kelas 2 sma di kenal oleh banyak teman, kakak kelas, maupun adik kelas terutama di kenal semua guru dengan keaktifanku di organisasi.

Memasuki kelas 3 sma rasanya sebentar sekali, menjabat sebagai bagian penting di OSIS. Mulai memikirkan masa depan dan kedepannya ingin menjadi apa dan ingin masuk ke universitas mana.

“kamu mau masuk di universitas mana dan jurusan ?” tanya ayah kepadaku.

 Berulang kali di tanya ingin jadi apa dan ingin masuk di universitas mana berulang kali juga aku bingung harus jawab apa.

Mendekati ujian akhir sekolah biasanya setiap kampus dari Sumatera Selatan dan dari luar Provinsi mengadakan kunjungan ke setiap SMA yang ada di Empat Lawang untuk mempromosikan kampus mereka masing-masing. Salah satunya POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU yang aku ikuti test melalui jalur PMDP dengan mengambil jurusan ahli gizi. Dengan sangat yakinnya, aku meminta izin kepada ayah dan ibu untuk meminta restu test di sana dan mereka pun mengizinkan. Akhirnya, aku dan teman-teman pergi ke Bengkulu untuk mengantar berkas yang sudah menjadi persyaratan dari kampus. Setelah beberapa hari pengumuman pun di keluarkan secara online dan di sana nangis sejadi-jadinya karena apa ? ya temanku lulus ke tahap berikutnya sedangkan itu tidak berpihak kepadaku.

“Gimana hasilnya kak?” Tanya ayah

“Mungkin Allah belum mengizinkanku untuk kuliah di sana” Jawabku, sambil tersenyum   nutupin rasa kecewa.

“Iya sudah tidak apa, nanti coba kamu ikuti test lainnya ya semangat dong jangan nyerah anak ayah kan kuat” kata ayah

 “Iya yah, nanti azizah coba ikutin test yang lainnya”jawabku.

Ujian Nasional pun telah usai…tinggal menunggu pengumuman

SNMPTN aku di Universitas Sriwijaya mengambil program studi teknik sipil dan farmasi dan di UGM mengambil program studi kesehatan masyarakat. dan ternyata bener emang belum juga diizinkan kuliah di sana. SBMPTN juga mengambil program studi yang sama dan lagi-lagi emang belum diizinkan kuliah di sana. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk tidak mau lagi bergelut di soal-soal yang banyak. Tapi, ayahku selalu menyuruhku untuk mencoba mengikuti seleksi mandiri di universitas lain yaitu salah satunya Politeknik Akamigas Palembang.

 “Coba ambil kuliah di sana, siapa tahu nasib kamu” kata ayah

“Iya, nanti aku cobain ikut gelombang kedua”jawabku. Padahal di dalam hati tidak ingin di sana tapi bisa apa keinginan orang tua.

Persiapan berkas untuk dikirim ke kampus Politeknik Akamigas, dibantu temanku yang bernama Aisyah, dia orang yang selama ini mendengarkan keluh kesahku dan cerita hidupku bahkan sampai ke cita-citaku kedepannya ingin jadi apa, penasehat yang baik dan pendengar yang baik.

“Ikutin dulu apa kata ayahmu, siapa tahu kan nasibmu emang kuliah di sana” kata Aisyah.

“Iya moy, ini sudah ngikutin apa maunya ayah, tapi kamu tahu sendiri aku tidak suka kuliah di sana”jawabku sambil memasang muka yang tidak bahagia.

Melihat keraguanku ibuku memutuskan untuk mengantarku test di sana. Ya, dengan semangatnya dia berharap aku mampu kuliah di sana. Hari test pun tiba, semua camaba dominan berasal dari kota Palembang terkecuali aku. Bingung karena tidak ada teman yang kenal, dan di sana aku mulai berpikir “kira-kira, kalau aku berkuliah di sini pasti tidak ada teman karena ya begitulah orang-orangnya pada sombong” gerumunku dalam hati. Sampainya di kost-kostan kakakku, aku langsung bilang kalau aku tidak mau kuliah di sana.

”Bu, aku tidak mau kuliah di sana orang-orangnya pada sombong dan aku gak kenal”kataku.

”Kenapa kamu bilang begitu? Setiap orang begitu kalau belum kenal pasti di kira sombong” jawab ibu

”Ibu, kemarin-kemarin juga aku sudah bilang kalau aku tidak mau kuliah di sini, aku ingin mengikuti test lagi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu bu, boleh tidak ?” jawabku lagi.

”Bicaralah dengan ayahmu, ibu tidak tahu” sambil memasang raut wajah yang sedikit kecewa.

Sambilan menunggu pengumuman kami pun memutuskan untuk pulang ke Tebing Tinggi.

 Pengumuman Politeknik Akamigas Palembang dikeluarkan secara online dan aku dinyatakan LULUS di laboratorium migas senangnya ayahku saat tahu aku lulus di laboratorium. Tapi di sisi lain aku menolak untuk kuliah di sana.

“Ayah, aku ingin bicara kalau sebenarnya aku tidak mau kuliah di sana itu sangat berat bagi aku, aku ingin mengikuti test lagi di kampus kemarin Poltekkes Kemenkes Bengkulu” kataku

Ayah pun menjawab “kenapa baru sekarang bilang kalau kamu tidak mau kuliah di sana?ayah tahu, sebenarnya kamu ingin menjadi seorang tenaga medis. Tapi apakah kamu tahu di kota kita itu sudah banyak yang berperan sebagai profesi itu dan kamu tahu ayah menyuruhmu kuliah di sana karena apa? Besar peluang untuk kerja. Ayah rasa kamu tidak berpikir sampai kesana, dipikiranmu hanya pakai baju  seragam-seragam. Ayah bisa membelikanmu seragam itu kalau kamu mau. Tapi yang ayah pikirkan itu kedepannya nak, itu yang perlu kamu tahu”. Aku hanya bisa diam dan tidak berani harus jawab apa.

            Beberapa hari telah berlalu dan dengan gigihnya keinginanku untuk menjadi tanaga medis masih tetap berjalan sampai saatnya aku mengikuti kembali test mandiri di Politeknik Kesehatan Bengkulu dengan mengambil program studi yang sama tapi emang bener-bener ya, Tuhan tidak mengizinkan aku untuk menjadi seorang tenaga medis.”ku pasrahkan semuanya pada-Mu Ya Rabb”

            Sampai akhirnya ayahku kembali menasihatiku untuk memilih perguruan tinggi swasta di palembang dan dia menawarkanku untuk mengikuti seleksi test di Universitas Bina Darma. Perginya aku ke Palembang bukan untuk mengikuti test melainkan pergi jalan-jalan untuk menghilangkan rasa kecewaku. Seminggu aku di sana masih menjadi beban pikiran karena berdosanya aku bilang ke ayahku kalau aku tidak lulus padahal mengikuti test juga belum, so bad. Pulang kerumah dengan rasa sedikit beban di pikiranku tidak tahu lagi ingin bicara mulai dari mana, intinya aku sudah lelah.

Beberapa minggu kemudian..

            Entah kenapa, rasa iriku kembali mendatangi melihat teman-temanku yang lain lulus di perguruan tinggi negeri sedangkan aku?

”Beruntungnya mereka, bisa kuliah di perguruan tinggi negeri” gerumunku dalam hati.

            Tidak tahu kenapa, rasa inginku kembali bangkit dan aku ingin menjadi seperti mereka walaupun pendidikannya bukan di negeri melainkan swasta. Ya, aku mencoba untuk tidak lagi memikirkan “aku harus menjadi tenanga medis” aku harus membuka lagi pikiranku, membuka lagi hatiku dan niatku untuk mencari jalan lain dan jurusan lain.

Dan, beruntung sekali karena ada salah satu kampus yang masih membuka penerimaan mahasiswa baru yaitu kampus biru Stkip Pgri Lubuklinggau. Aku mencoba meniatkan diri untuk berkuliah di sana walaupun emang sebelumnya aku tidak ingin menjadi seorang guru. Ya sama sekali tidak ingin. Di sana tidak ada pilihan lain, tidak ada teknik, tidak ada jurusan lain kecuali FKIP.

            Setelah mendaftar beberapa hari setelahnya langsung test, aku mengambil program studi pedidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan dinyatakan lulus di kampus Stkip Pgri Lubuklinggau. Sedikit menyenangkan karena di sana aku bertemu dengan orang-orang yang ramah walaupun baru saja kenal.

            Pra ospek atau persiapan untuk ospek hari senin dilakukan sebelum kegiatan ospek berlangsung, di sana kami dibagi per gugus dan alhamdulillah semua orang di gugusku ternyata pada baik, aku sangat senang. Ospek  pun berlangsung banyak pelajaran yang dapat diambil dari sana mulai dari tahu lingkungan kampus, tahu nama-nama dosen, di beri ilmu atau materi baik dari orang-orang kampus maupun orang di luar kampus, kenal banyak teman, di bina oleh kakak pembimbing yang asik yang baik pokoknya hari di mana aku merasa nyaman berada di sana.

            Sampai akhirnya aku memulai perkuliahan pertamaku, dan aku banyak mengenal orang-orang baru di sana. Bertemu dengan berbagai karakter yang sempat membuatku keheranan. Namun, seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa dan mulai memahami karakter masing-masing dari teman-temanku. Jelas, tidak semua orang benar-benar peduli, tapi ya begitulah manusiawi.

Minggu pertama serasa berat sekali, di tambah rasa rindu kepada ayah dan ibu yang bertubi-tubi. Minggu kedua dan ketiga, aku sudah mempunyai teman akrab tak tanggung-tanggung 7 orang sekaligus. Tepat sebulan, serasa sekali kalau ini bukan jurusan yang aku inginkan. Aku kewalahan, pikirn buyah. Tapi aku harus tetap berdiri dan bertahan. Aku tak punya pilihan lain, aku harus belajar dewasa dan bertanggung jawab. Aku mulai mencoba membawa diri  untuk terbiasa dalam kehidupan kampus, dan tentunya belajar mencintai jurusanku ini.

Meski berat, aku harus tetap bertahan dan ternyata aku tidak sendirian. Sebagian temanku pun demikian, kami terjebak dalam labirin penyesalan. Tapi, jika terus begini kami tidak akan pernah berjalan dan berkembang. Dan sampai akhirnya aku bersama teman-temaku mulai membiasakan diri dan yah benar sekarang aku mulai mencintai jurusanku.

Saya Refi Indri Hasanah, lahir di Tebing Tinggi 9 Maret 2001 dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mahasiswi semester 3  STKIP PGRI LUBUKLINGGAU.

 

Comments (0)
Add Comment