AKU JUGA INGIN EGOIS, KUINGIN KELUAGAKU UTUH

Karya: Siti Wulandari

 

Namaku Lily, saat ini aku duduk di bangku SMA kelas X. Setelah jam pelajaran selesai, seperti biasa aku langsung ke depan gerbang sekolah untuk menunggu jemputan, kebetulan di dekat gerbang ada tempat duduk untuk para siswa menunggu. Biasanya tidak berselang lama, Ibu sudah datang menjemput, tapi kali ini entah mengapa lama sekali?! Sudah hampir satu jam aku menunggu, bahkan para siswa yang lain semua sudah pulang.

Sebenarnya aku bisa naik ojek atau angkutan umum lain, tapi aku sudah terbiasa diantar jemput oleh Ibu. Akhirnya mobil Ibu tiba, tapi setelah pintu mobil terbuka ternyata itu Ayah, seharusnya aku senang karena ayah menjemputku tapi rasanya ada yang aneh.

Aku tatap wajah Ayah yang sedang menyetir mobil, wajahnya sangat murung, seperti banyak yang sedang ia pikirkan, mungkin Ayah sedang ada masalah di kantor.

“Kenapa bukan Ibu yang jemput, Yah?” tanyaku dengan ragu.

“Ibumu sedang tidak enak badan,” katanya sambil tersenyum. Aku tahu Ayah dan Ibu pasti sedang ada masalah. Akhir-akhir ini aku sering mendengar Ayah dan Ibu saling adu argumen. Saat itu aku sadar bahwa keluargaku sedang tidak baik-baik saja.

Ayah dan Ibu sama-sama punya ego yang besar, tidak mau kalah dan mengalah. Malam ini kami makan malam bersama seperti biasa, tapi kali ini rasanya sangat berbeda, tidak saling mengobrol, rasanya sunyi hanya terdengar suara sendok makan.

Aku sedang fokus mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru, ingin sekali mengerjakan tugas ini dengan tenang tanpa ada suara teriakan-teriakan dari dalam rumah, tiba-tiba pyar! Aku sangat terkejut dan langsung keluar, aku melihat Ibu yang menangis sambil meringkuk di pojok sofa dan Ayah yang langsung pergi keluar. Aku takut, sangat takut, aku langsung masuk ke kamar, aku menangis menahan suara, sesak sekali rasanya. Aku takut orang tuaku berpisah.

Aku rindu saat kami makan bersama,dimana Ayah dan Ibu dengan ramah menanyakan bagaimana hariku, bagaimana sekolahku. Aku rindu canda tawa di rumah ini, kini yang terdengar hanya suara teriakan dan tangisan.

Aku tidak tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi, tapi mereka selalu meributkan hal-hal kecil. Aku tahu mereka juga ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik tapi ego yang menutup semua itu.

Setelah kejadian itu Ayah benar-benar tidak pulang. Aku sedang duduk di depan TV, lalu ibu datang dan mengelus kepalaku dengan lembut, aku merasa tenang tapi takut. Tenang karena aku merasakan tangan halus Ibu yang membelai kepalaku dan takut hal yang tak kuinginkan terjadi. Benar saja, Ibu membisikan kata-kata yang sangat aku takutkan, “Maaf Ibu dan Ayah berpisah.”

Aku terdiam, air mataku menetes, aku menangis sejadinya di pelukan Ibu.

Waktu telah berlalu, aku tinggal bersama Ibu. Sesekali aku dijemput Ayah untuk menginap di rumahnya. Aku mulai terbiasa dengan ini, Ibu bilang perceraian mereka tidak akan mengurangi kasih sayang mereka terhadapku. Terdengar egois, tapi aku ingin keluargaku utuh kembali.

 

 

Siti Wulandari, lahir di Karyadadi pada tanggal 24 Mei 2003. Alumni SMK Negeri Purwodadi, kini tengah menempuh pendidikan strata satu di Universitas PGRI Silampari, mengambil program pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Ia memiliki hobi menyanyi dan sering pentas di kamar sendiri. Sejak awal kuliah, ia mulai tertarik dengan menulis, karena bisa membantu meluapkan emosi yang sedang dirasakan, melalui tulisan menjadi sebuah karya. Kunjungi akun media sosial penulis di Instagram @vvulandari24_

Comments (0)
Add Comment