KISAH SEDERHANA PAK HUSNI (Tugas BWC #3)

Di rumah yang sangat sederhana hanya berdindingkan bambu yang dianyam dengan indah, namun memiliki kenyamanan dan kebahagiaan tersendiri bagi pemiliknya, Pak husni panggilan akrabnya. Di rumah sederhana inilah ia tinggal bersama istri dan anaknya. Pak husni adalah pria parubaya yang masih gigih berjualan demi sesuap nasi. Pak husni yang dikenal memiliki senyum yang khas ini, kira-kira berumur 65 tahun. Meski tua dan terlihat sangat rapuh ia masih mampu mengayuh sepeda ontel tua untuk berkeliling menyusuri jalan menawarkan barang dagangannya. Pak husni biasa menjual kerupuk singkong. Dengan langkah kaki yang sedikit tertatih, dengan rasa penuh harapan agar jualannya laku habis, ia tawarkan dagangannya kepada orang-orang yang melintas di jalanan. Pendapatan pak Husni tak bisa dipastikan. Biasanya hanya 30 ribu rupiah saja yang ia dapatkan,itupun jika jualannya laku semua. Terkadang Pak Husni harus menerima kekecewaan, karena dagangannya tak satu pun yang laku. Meski begitu Pak Husni tak pernah marah, ia selalu ikhlas dan bersyukur.
Senja mulai datang, pertanda hari mulai sore. Setelah seharian berjualan keliling, Pak Husni kembali kerumah, karena ada anak dan istri yang menunggu kepulangannya. Sesampainya dirumah, istri dan anaknya menyambut laki-laki parubaya ini dengan senyuman lebar di pipi. Betapa senangnya hati pak Husni yang lelah seharian berjualan, pulang disambut dengan begitu hangat oleh keluarganya. Makan malam lengkap dengan cemilan seadanya dan segelas teh hangat sudah tersaji di meja. Mereka menyantap makanan seadanya ini dengan lahap. Bagi mereka makan dengan lauk seadanya sudah lebih dari cukup. Karena kebagiaan tidak dilihat dari apa yang ia makan tetapi bersama siapa ia makan, prinsip pak Husni.
Hari mulai larut, saatnya istirahat sejenak untuk meluruskan badan dari lelahnya berjualan seharian. Jam begitu cepat berputar, baru saja bisa tidur nyenyak namun harus terpaksa bangun menyiapkan barang dagangan untuk dijual. Ibu yang melihat bapak tidur dengan pulas, akhirnya tak sampai hati untuk membangunkannya. Akhirnya Ibu sendiri yang menyusun satu-persatu plastik yang berisikan kerupuk singkong untuk disusun di dalam keranjang bambu. Mendengar suara berisik,bapak pun terbangun.
“ Ibu, sedang apa Bu?” tanya pak Husni.
“Menyusun barang dagangan Pak,” jawab ibu pelan.
Melihat ibu yang sibuk menyiapkan barang dagangan, Bapak bergegas bangun dari tempat tidur untuk ikut membantu ibu. Pekerjaan ibu selanjutnya adalah menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Sembari menunggu ibu menyiapkan sarapan, bapak bersiap untuk mandi. Tak perlu menunggu lama, ibu pun selesai memasak dan mereka sekeluarga sarapan pagi sebelum memulai aktivitasnya masing-masing.
Kembali dengan aktivitas berjualan, jalanan demi jalanan ia telusuri. Tak perduli seberapa menyengatnya panas matahari, dan dinginnya kulit saat terkena tetes hujan. Semua ia lakukan demi keluarganya. Meski hidup dengan serba kekurangan pak Husni berhasil menyekolahkan anaknya hingga lulus SMA. Harapan terbesarnya sebagai seorang Bapak pada anaknya ialah semoga nantinya sang anak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak daripada orang tuanya. Sepulang sekolah aku berjalan menuju rumah, bersama sahabatku Dinda namanya. Tak sengaja aku melihat laki-laki tua sedang berteduh dari teriknya matahari. Wajah lelah nampak sekali dari raut wajahnya. Sepeda tua dan keranjang jualan ia sandarkan di bawah pohon tepat disamping ia duduk. Aku berniat menghampiri bapak itu, namun sahabatku menolak untuk mendekat.
“Lihat Din, kasihan sekali bapak itu. Nampaknya ia kelelahan, barang dagangannya juga terlihat masih banyak.” Kataku dengan rasa iba.
“Biarin aja sih Put, apa urusannya dengan kita” kata Dinda.
“Kasihan loh bapak itu, gimana kalo kita bantu membeli dagangannya. Hitung-hitung kita membantu meringankan bebannya.” Kataku sembari menarik tangan Dinda.
“kalo kamu mau membeli dagangan bapak itu yaudah kamu aja, aku sih nggak mau Put, lebih baik uangku untuk jajan aja.” Kata Dinda sambil melepas tanganku.
“Kok kamu gitu.” Jawabku dengan nada kesal. Akhirnya aku mendekati Bapak itu sendiri tanpa menghiraukan sahabatku.
“Pak jual apa ini pak, tanyaku lirih.
“Kerupuk singkong nak, murah saja hanya lima ribu rupiah dapat dua bungkus, jawab Pak Husni”.
Dengan rasa penuh iba akhirnya aku membeli dua buah plastik yang berisikan kerupuk singkong. Hanya dengan uang lima ribu rupiah aku membayarnya. Bapak ini sangat senang sekali,terlihat dari raut wajahnya. Sebab ia berkata padaku bahwa dari pagi sampai siang hari ia belum mendapatkan uang dari hasilnya menjual kerupuk. Mendengar perkataannya pun hatiku semakin iba, dan sebenarnya aku sedang menahan air mataku untuk tidak jatuh di depan bapak tua ini. Aku teringat oleh kakekku dulu, namun sekarang kakekku telah tiada. Persis sekali wajahnya seperti Bapak penjual kerupuk ini. Bapak yang begitu ramah ini selalu menebarkan senyuman yang membuatku ingin berlama-lama untuk mengobrol dengannya. Aku mengeluarkan botol minum lalu kutawarkan bapak ini untuk meminumnya. Bapak ini awalnya seperti tidak enak untuk menerima tawarannku, setelah aku bujuk akhirnya diminumlah air itu. Sebab aku tahu Bapak ini sedang kehausan.
Obrolan santai kami lanjutkan dengan cerita-cerita tentang keluarga pak Husni terutama tentang anaknya yang bernama Dimas. Dimas adalah anak semata wayang pak Husni dan ibu Sumilah. Dimas sudah lulus SMA dan sekarang sedang bekerja di pabrik. Dimaslah yang menjadi alasan pak Husni dan istrinya untuk tetap bersemangat bekerja demi menyekolahkannya sampai lulus SMA, karena kedua orangtuanya ingin Dimas mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dari orangtuanya. Tak lama kemudian Bapak husni izin padaku untuk melanjutkan berjualan keliling. Terimakasih sudah membeli dagangan Bapak, dan terimakasih juga untuk air minumnya, ungkap Pak Husni. Ku jawab iya pak,semoga kita bertemu lagi ya pak.
Waktu begitu baik sekali padaku, aku dipertemukan dengan orang yang sangat ikhlas menjalankan hidup dengan penuh rasa syukur meskipun dengan hidup yang sederhana. Semangat pantang menyerah yang Pak Husni miliki membuka mata hatiku untuk terus berjuang menggapai apa yang aku inginkan. Aku percaya sesuatu yang berat jika di lakukan dengan lapang dada pasti akan jauh lebih mudah.

Comments (0)
Add Comment