APA SIH YANG DI BAHAS DALAM KLAB BUKU BENNY INSTITUTE? (Book Club #1)
APAKAH ANDA MAU MENJADI CERUK LEBAR-TANPA DASAR DENGAN SARINGAN DI ATASNYA?
(Bagaimana respon sastra mengenai revolusi 4.0)
Edisi perdana klab buku di bennyinstitute.
Kami berlima (Juli, Yasser, Hesti, Pran, Mimi) merasa beruntung pada minggu sore yang lalu, 20 Januari 2019, saat Bang Benny memberikan kami papernya yang akan dipresentasikan di seminarnya nanti.
Papernya yang berisi dan bergizi tentu sangat membuat saya berterima-kasih, wawasan saya lebih terbuka mengenai revolusi 4.0 ini yang awalnya saya kira hanya berdampak pada masalah ekonomi, sosial, politik, dst.
Lalu apa saja kaitan revolusi 4.0 dengan dunia sastra?
“Di era ini, tawaran pada sastra bukan lagi sekedar kolaborasi dan alih wahana sebab tawaran itu sudah disambut baik di era sebelumnya, dan sastra dituntut lebih terbuka terhadap wahana/media lain. Bukan sekedar sintas, tapi untuk terus diendus keberadaanya -untuk kemudian digemari dan dibaca terus-menerus.” Tulis Benny Arnas di makalahnya.
Apakah ini sulit? Relatif !
Digambarkan di sini bahwa sastra(wan) harus melek dan mengambil peranan jika tidak ingin tergerus arus, tapi tunggu dulu tidak semua hal itu perlu dikhawatirkan, masih ada beberapa sastrawan yang masih setia dengan kesederhanaanya, Arafat Nur misalnya pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa 2011 masih setia menulis draf novel-novelnya di atas kertas buku tulis sebelum akhirnya menyalin di laptop! Dan, mereka bertahan tidak tumbang!
Meskipun nanti sastra mulai diajak meninggalkan bentuk fisiknya yang awalnya tercetak di kertas menjadi bentuk lebih praktis e-book contohnya, secara pandangan lingkungan tentu ini disambut baik karena mengurangi jumlah limbah kertas namun di satu sisi yang lain rasa dan aroma membaca jadi kurang greget!
Bayangkan jika dulu kekasih saya memberi hadiah buku-buku yang dibungkus cantik dan diselipkan setangkai bunga dan sepotong coklat, diganti dengan pesan unduhan di whatsapp, “Sayang ini buku buatmu, download sendiri ya,” saya belum siap (rela) rasanya! hahaha …
Pada akhirnya meskipun segala kecanggihan teknologi akan mulai menggantikan peranan manusia dengan sistemnya, sastra sejati tidak akan pernah bisa hilang begitu saja, karena sejatinya tidak ada mesin yang dirancang dengan cinta kasih dan ketulusan murni yang hanya berasal dari dalam sini (hati) setiap sastrawan!