education.art.culture.book&media

Hari kedua residensi penggiat literasi 2019

Aku lirik ke sekeliling ruangan, untuk lebih memastikan aku ambil telpon genggam. Oh ternyata waktu masih menunjukkan pukul 03.00 WIB, kembali kutarik selimut sembari memejamkan mata lagi. Namun tak lama kemudian aku terbangun lagi, badan ku gemetar kedinginan akibat AC yang terlalu dingin. Ingin aku keluar untuk mengambil remot AC namun rasa takut menghampiri terus, sampai aku tarik sarung kasur untuk menyelimuti tubuh. Aku paksa mata ini untuk terpejam kembali sembari menahan kedinginan. Semakin pagi semakin nyaman aku tidur karna ternyata kak Melli teman sekamar ku, semalaman merasakan kedinginan juga dan ketika subuh kak Melli menganggil remot AC diluar lalu dimatikannya AC dikamar kami.

Pagi pun tiba, ku Mulai lah dengan aktifitas mandi, sholat dan sarapan pagi. Menarik karna ketika aku mengambil teh diluar aku duduk di samping Ibu Nurul dan disana kumpul juga panitia – panitia Residensi penggiat literasi 2019. Meraka bercerita berbagai pengalaman tentang tempat tinggal ketika mereka melakukan kegiatan Residensi literasi yang biasanya para penggiat tinggal ditempat warga – warga, jauhnya perjalanan itu bukan halangan hingga harus melewati jalan yang sulit ditempuh mereka tetap bersedia. Mbak keke pun bilang “kami beginilah gila kalau gak gila mah gak sehat”.

Mulai masuk kegiatan di dalam ruangan dengan membaca buku Kronik Prahara karya Septi Wahyuni yang akan di launching pada hari ini juga. Di dalam buku Kronik Prahara ini terdapat 11 cerpen yang ketika membacanya itu mancing emosi yg berubah-ubah. Selesai launching kita membagi kelompok dan aku di kelompok 4 yang anggotanya itu 2 dari TBM dan 2 dari SKB, mereka orang-orang yang luar biasa dalam berkarya. Lalu kami pun bersama2 mengunjungi tempat Bennyinstitute.

Direktur Bennyinstitute Bang Benny berbagi banyak cerita awal berasalnya Bennyinstitute dan gimana kehidupan Bang Benny dari kecil yang banyak sekali menginspirasi. Disini pun kami peserta Residensi penggiat literasi 2019 belajar tentang huruf aksara ulu, belajar membuat nama sendiri dari huruf aksara ulu serta membuat nama – nama tempat wisata dengan huruf aksara ulu.

Hal yang paling mengesankan lagi, ketika berada di Masjid Agung Lubuklinggau. Kami memulai kegiatan sholat asar di masjid agung yg begitu indah dan lanjut dengan kegiatan majelis lingkaran. Kegiatan majelis lingkaran dilakukan di halaman masjid agung tepatnya di taman kurma dan membahas bahasa coel yang merupakan bahasa masyarakat asli daerah Lubuklinggau.

Menjelang malam, aku dan peserta residensi yang lain mulai menelusuri lubuklinggau dengan wisata kuliner makan pempek dan berburuh ole-ole khas lubuklinggau. Kami berjalan kaki bersama menuju pasar stasiun karena disanalah pusat penjualan alpukat dan gula aren khas Lubuklinggau. Berjalanlah sedikit demi sedikit dan ternyata lumayan jauh lokasinya dari tempat dimana kami makan pempek.

Comments
Loading...