education.art.culture.book&media

Padek Nian, Lubuklinggau

Sesaat sebelum turun dari pesawat Batik Air di bandara Silampari, saya sempat dibuat takjub dengan gemawan dan pemandangan hijau selama perjalanan. Sesekali terasa pesawat terguncang ketika menembus bulatan ‘marsmellow’ yang kadang menyerupai jamur raksasa di langit.

Saya jadi teringat masa kecil di kota Pangkalpinang, ketika melihat bentuk bangunan yang bernuansa melayu dengan bentuk jendela yang lebar dan bentuk atap yang hampir serupa rumah joglo.

Butuh waktu setengah jam, saya dan beberapa tamu pun tiba setelah menempuh perjalanan dari bandara menuju kantor Badan Pendidikan dan Pelatihan Kota Lubuklinggau.

Kami pun mulai digiring, menandatangani absen sekaligus pembagian kamar dan kartu tanda peserta. Saya pun kini memiliki teman sekamar bernama Lia , berasal dari Banten.

Waktu pun berputar cepat, dan perut seolah mulai menggelitik gelisah minta diisi (lah coba itu malumaluin banget ya).

Kak Benny, founder Benny Institute mengiringi saya dan temanteman menuju aula, mempersilahkan kami untuj menyantap prasmanan.

“Saya seperti ga asing dengan wajah kakak ya? “, Benny berusaha keras mengingat di mana kami pernah bertemu.

“Saya sering ada di Sastra Reboan dan PDS HB Yassin. Sering beberapa kali bertemu ketika diundang Daeng (Khrisna Pabicara) atau di beberapa acara sastra juga”, Benny pun nyambung dengan masa dulu ketika masih bujangan di ibukota.

Setelah jamuan makan siang. Kami, para peserta pun istirahat di kamar menunggu acara selanjutnya nanti,  sekitar pukul 13.30 wib.

Penjelasan tata tertib selama penyelenggaraan acara pun dibacakan oleh Mimi La Rose sambil mengarahkan peserta dan tamu untuk memperkenalkan diri satu persatu, bahkan kak Inung Linggau sempat mengajari kami bagaimana caranya agar orang dengan mudah mengenali kita.

Dan kak Arga pun mulai memperkenalkan jargon Residensi Penggiat Literasi Digital 2019 adalah ‘Padek nian!’ yang artinya bagus banget sambil angkat jempol.

Nah mulai deh masuk ke pengisian materi literasi digital,  dengan mengusung tema “Daily Digital Writing”, kak Juli Yandika yang blogger juga mengajari kami untuk membuat akun penulis di bennyinstitute.com.

Output dari pelatihan ini adalah para peserta diwajibkan membuat catatan harian bisa berupa esai yang berisi materi selama Residensi Literasi 2019.

Dan Benny pun menutup acara dengan sebuah pemahaman bahwa alangkah baiknya tidak menumpuk bahan dan mengerjakanya setelah acara selesai. Sebab memori kita akan sangat terkuras dan baper dengan situasi yang berbeda.

“Tulislah selagi ingat! Lakukan dimulai dengan memanfaatkan gawai”

Comments
Loading...