education.art.culture.book&media

3 Tempat Bersepeda di Kota Lubuklinggau

 

Aktivitas-aktivitas perkuliahan dan prinsip kesendirian membuat semua hari, temasuk Minggu, mirip dengan hari yang lain sewaktu saya tinggal di Bengkulu. Namun seorang filsuf pernah mengatakan, waktu akan selalu berhasil mengubah sesuatu. Saya pikir ia benar adanya. Bicara tentang hari, Minggu tentu memiliki kemewahannya sendiri. Terlebih ketika sudah bekerja seperti sekarang ini. Ada banyak pilihan yang bisa saya dan kamu lakukan untuk menikmati pagi di hari Minggu. Dari menonton televisi, membersihkan rumah, menulis kalimat motivasi di Facebook, mengucapkan selamat pagi kepada seseorang yang jauh, memasak telur dadar untuk sarapan, hingga bermalas-malasan.

Saya lebih memilih bersepeda di Minggu pagi. Selain karena tidak tahu harus mengucapkan selamat pagi kepada siapa, pula malas menonton televisi, tentu melakukan hobi berolahraga adalah sebuah eskapisme yang positif. Kamu boleh mengatakan ini pembenaran. Bagi saya bersepeda sebelum malam benar-benar kalah oleh pagi adalah satu hal yang cukup menyenangkan. Ada 3 tempat yang paling sering saya kunjungi bersepeda di Minggu pagi. Kamu, saya yakin, barangkali sudah pernah ke tempat-tempat ini.

1. Kampung Warna-Warni

Apa warna favoritmu? Saya punya dua warna favorit, hitam dan bukan hitam. Apapun warna favoritmu kukira kita bisa menemukannya di Kampung Warna-Warni. Seperti namanya, ia adalah sebuah program pengecatan pemukiman daerah aliran sungai (DAS) yang terinspirasi oleh Kampung Warna-Warni Jodipan di Kota Malang. Kampung Warna-Warni menggunakan setidaknya 3 ton cat pada 165 rumah di 2 kelurahan. Kamu bisa bayangkan itu. Letaknya di Jalan Depati Said, di pemiri, persis di tepi Sungai Kelingi.

Karena jarak yang cukup dekat dari rumah, saya sering bersepeda ke tempat ini. Sebelum jendela kamar dikecup cahaya, setelah membeli bekal, saya berangkat berdua bersama sepeda. Saya setuju dengan seorang teman di Bengkulu yang mengatakan bersepeda lebih menyenangkan saat sebuah kota belum sepenuhnya terbangun. Udara segar, nuansa bening pagi hari, dan langit biru adalah keberuntungan bagi mereka yang cukup peka. Di Kota Lubuklinggau kamu beruntung masih bisa menikmati hal-hal semacam itu.

Bersepeda ke Kampung Warna-Warni akan menawarkanmu fragmen eksotis Kota Lubuklinggau. Terdapat perkampungan yang sudah dicat aneka warna di seberang sungai, kendaraan yang lalu-lalang di atas jembatan, dan bukit sulap yang dulu gemar menghilang kala pagi. Kamu bisa membawa sepedamu ke tempat yang mirip dermaga melalui kolong sebuah masjid di sana. Lalu duduklah di bawah pohon bambu. Kamu bisa memikirkan banyak hal di tempat itu dan melupakan sejenak romantisme semu tentang masa depan. Suara aliran sungai yang menerjang bebatuan, cericit burung, dan deru kendaraan di pagi hari membentuk harmoni yang tak mampu kita tafsirkan. Barangkali seperti sebuah kesendirian. Sembari menikmati kudapan yang kamu bawa, pelan-pelan kamu juga akan dibuat sadar tentang bagaimana cara berdamai dengan bengisnya sepi.

2. Bukit Sulap

Lubuklinggau barangkali beruntung memiliki Bukit Sulap. Dataran tinggi ini adalah oasis bagi kamu yang merasa haus dan penat dengan ketergesaan pembangunan Kota Lubuklinggau. Bukit Sulap menyediakan ketenangan dan kesejukan berbalut nuansa alami pepohonan. Pemandangan Kota Lubuklinggau di kejauhan juga bisa kamu nikmati dari ketinggian di sini. Bukit Sulap terletak di dekat rumah masa kecil saya, di Jalan Bengawan Solo. Jalan yang lokasinya persis di depan kantor pemadam kebakaran.

Sebelum bersepeda ke Bukit Sulap, dan tempat lain di daftar ini, saya selalu menyarankan kamu untuk selalu membawa bekal. Untuk Bukit Sulap, saya biasa membeli bekal dengan Ibu pedagang nasi uduk yang berjualan di depan Masjid Baitul Amin. Ibu itu menjual dua pilihan nasi uduk, putih dan kuning. Selain nasi uduk, ada juga bakwan, tahu, pisang goreng, dan donat. Saya sendiri lebih menyukai nasi uduknya. Menurut seorang teman, kekuatan dari nasi uduk ini terletak pada sambalnya. Rasa pedas dan manis di sambal itu mampu membuatmu merindukan seseorang yang sudah lama kamu lupakan. Sadis.

Di Bukit Sulap terdapat sebuah jalan panjang yang membelahnya. Jalan menanjak yang dimulai dari Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lubuklinggau hingga aspal berakhir di bekas kantor Telkom yang sudah tak terpakai lagi. Jalan itu bisa kamu gunakan untuk mencoba seberapa kuat sepeda dan fisikmu. Kayuhlah sepedamu pelan sambil menyusuri asrinya hutan. Tidak perlu tergesa-gesa, santai saja. Jalan di Bukit Sulap sedikit mendaki. Saya pun beberapa kali dipaksa turun dari sepeda di sepanjang jalan. Cukup melelahkan dan dengkul terasa mau lepas bautnya. Tapi tenang saja, sebab ketika jalan aspal berakhir, lelahmu akan terbayar karena kamu bisa meluncur cepat ke bawah dengan sepedamu.

3. Watervang

Saya baru sekali bersepeda ke tempat ini karena tempatnya yang lumayan jauh dari rumah. Bila menggunakan motor hanya memakan waktu 15 menit, tapi dengan bersepeda butuh waktu sedikit lebih lama. Saya bersepeda ke sana melalui Jalan Kenanga II Lintas. Sebenarnya kamu bisa melewati jalan arteri untuk tiba di Watervang. Tapi karena lebih teduh dan sepi, lebih baik melewati Jalan Kenanga II. Watervang sendiri adalah nama bendungan yang fungsinya sangat strategis bagi masyarakat di kota ini. Ia terletak di kelurahan yang namanya sama dengan nama tempat itu.

Satu hal yang menyenangkan dari Watervang adalah ia mengingatkan saya pada memori masa kecil. Beberapa kali saya dan teman-teman mandi di bendungan Watervang. Dulu kami biasanya menumpang mobil pick-up pengangkut pasir untuk sampai ke sana. Cukup menyenangkan memang. Mandi di aliran bendungan tanpa beban dan kekhawatiran tentang masa depan. Pada Minggu pagi itu, di sepanjang perjalanan ke sana, sembari menebak-nebak nama pepohonan di kiri-kanan jalan, saya mengingat-ingat apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Tapi sesaat saya sadar sepeda saya harus tetap dikayuh. Jalan masih terbentang panjang di depan dan hidup harus tetap dilanjutkan. Setiba di Watervang, sembari menikmati air terjun buatan dan jembatan gantung di atasnya, saya tahu betapa waktu begitu memburu.

Itulah 3 tempat yang biasanya saya kunjungi bersepeda di Minggu pagi. Lubuklinggau, seperti kota lain, juga memiliki sudut-sudut sentimentilnya sendiri. Mungkin beberapa tahun kedepan saya tidak sendirian lagi bersepeda ke tempat-tempat itu. Tapi mungkin saja masih dan tetap akan seperti itu. Siapapun kamu, saya berharap suatu saat kita bisa bersepeda ke tempat di daftar ini bersama. Kita bisa mengobrolkan banyak hal di perjalanan. Tentang film, makanan enak, hobimu, kredit rumah, halaman rindang, pohon mangga, masakanmu, dan tempat-tempat yang belum kita kunjungi bersama-sama.

Lubuklinggau, 04 Desember 2017

Comments
Loading...