education.art.culture.book&media

Cahaya Untuk Ibu

Cahaya untuk hidup Ibuku bermula dimana menginjak 1 tahun pernikahan ayah dan ibu dimana hati ibu harus tergoncang akan cacian dari keluarga ayah banyak cobaan yang ibu rasakan hingga suatu hari larut malam ibu diminta pergi kehutan bersama ayah karena semua keluarga ayah tak menginginkan ibu ibuku adalah anak petani tak ada masalah walaupun harus hidup ditengah hutan berbagai cara usaha dilakukan ayah, yang tak tinggal diam mencari pekerjaan dan pinjaman hingga akhirnya ayah mendapat pinjaman direntenir diperkotaan demi membiayai pengobatan penyakit ibu waktu berlalu penyakit ibu tak ada lagi.

Hingga suatu hari akhirnya ibu harus rela ditinggal ayah untuk bekerja sebagai Buruh diperkotaan yang hanya pulang saat dihari minggu untuk melihat ibu, semua itu terpaksa ayah lakukan demi memenuhi pembayaran hutang, yang sudah ayah pinjamkan, untuk menyembuhkan penyakit, penyakit ibu sudah terlalu lama ia rasakan yang dimana ibu di diagnosis tidak bisa mempunyai anak dan yang paling menyakitkan cemohan dari orang-orang terdekat, namun tidak ada artinya menurut ibu bila tak ada sosok cahaya sepertiku di hidupnya dan hari-hari ibu selalu menunggu kehadiran ku didunia.

Tak ada satu rasa takut terucap dari ibu demi membantu ayah membayar hutang pinjaman kepada rentenir dan hingga akhirnya setelah 5 tahun pernikahan ibu akhirnya ibu terkuat ku sudah bisa merasakan aku diperutnya , namun sungguh hebat ibuku yang harus ikhlas, bisa hidup sendiri mengandung ku tanpa sosok ayahku yang jarang pulang untuk menemui ibu ditengah pohon-pohon karet yang rindang dan rumah panggung yang siap diterpah angin kencang bila esok-esok angin tak izin ingin menerpah mungkin rumah panggung dengan anak tangga terbuat dari bambu bulat tua yang siap menjatuhkan manusia kapan saja
20, Maret, 2010 Pukul 22: 00 dimana bayi mungil bernama Aleysa dilahirkan seperti cahaya dikehidupan sosok ibu yang telah lama mengharapkan cahaya dihidupnya ibu yang melahirkan disebuah perkampungan kecil yang tak berpenghuni bahkan tidak bisa disebut perkampungan karena rumah-rumah seperti panggung hanya dihuni oleh 3 keluarga termasuk ibuku sendiri yang menghuni rumah panggung yang mulai rapuh, Daun-daun pohon karet mulai berjatuhan di rumah panggung dari bilah-bilah papan pohon durian
Hujan deras seakan memberi berkah, jerit bercampur keringat dari ibuku yang harusnya aku masih didalam kandungan namun Allah berkehendak hingga aku dilahirkan didunia aku yang harusnya masih didalam kandungan 7 bulan dilahirkan memberi cahaya untuk ibuku wanita terkuat, malam hujan lebat menutupi rumah yang tak terdengar lagi suara tangis bercampur bahagia ibu yang sudah berusia 40 tahun melahirkanku didunia sendiri ditengah hutan tak ada bidan desa maupun tetangga yang bisa menolong, hingga aku tumbuh ditengah hutan bersama ibu dengan kemanjaan ku bersama ibu yang semasa kecil aku terbilang anak yang tak mau berpisah dari ibuku.
Hingga akhirnya dimana umurku yang sudah berusia 6 tahun kami harus meninggalkan perkampungan kecil yang banyak kenangan bersama ibuku untuk memberanikan keluar dari rimbah hutan yang sudah lama aku harapkan untuk masa depanku, dimana hari aku harus menginjak dunia pendidikan pertama kali banyak yang cemohan yang aku dapatkan namun ibu selalu melindungiku dari pakaian ku yang tak sama seperti teman-temanku pakaian ku terbilang lusuh.
Aku terbilang anak yang cengeng tak ada absen untuk ku mengadu kepada ibu tentang cemohan itu bahkan selalu berlinang air mata dari ucap bibir ibu yang selalu berkata ” Kamu kuat aleysa, karena kamu adalah anak ibu” namun ibu wanita pekerja keras, diwaktu biaya pendidikan ku kurang ibu banting tulang bekerja menjadi pemulung sampingan ditengah menjadi asisten rumah tangga karena ibu harus mampu bertahan dengan kepergian ayah dimana semenjak umur ku menginjak 5 tahun, ibu harus menghapus sendiri air matanya dari kedukaan ditinggal ayah, kepergian ayah harus menikah lagi dan menceraikan sosok ibu yang telah melahirkan ku, dirasakannya sendiri.
Hingga umurku menginjak 20 tahun hanya cukup waktu sebentar aku bisa menyelesaikan masa pendidikan di Universitas yang cukup ternama atas beasiswa prestasi ku, semua tak jauh dari jerih payah serta doa ibuku yang selalu dipanjatkan untuk ku, dan cinta dan kasih yang ibu berikan hingga akhirnya toga bisa ku banggakan untuk mu bu wanita yang selalu melindungi dan menjaga ku serta menghapus air mata ku, Aku Alesya anakmu selalu menyayangimu bu.

Biodata Penulis

Enita Sari lahir di Sumber Agung 4 April 1998 anak sulung dari Ibu Renita dan bapak Edi Santoso saat ini sedang menempuh pendidikan di STKIP PGRI Lubuklinggau dengan prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semester 7

Comments
Loading...