education.art.culture.book&media

Cinta Terlarang Antara Aku dan Dia (Tugas BWC #3)

Mungkinkah cahaya kebahagiaan menghampiriku dikalah kegelapan melanda, sementara hati ini menjerit dengan penuh tangisan. Terkadang hati ini ingin pergi dan tidak mau kembali lagi. Bak air yang mengalir tampa meninggalkan jejak sedikit pun. Tapi aku masih memikirkan kedua orang tuaku dan orang yang aku sayang terutama keluargaku. Aku yakin pada suatu saat nanti indah pada waktunya.

Tangisan…? seorang gadis yang terdengar sayup, di istana kecil tepatnya di desa Muara Nilau tampa ada matahari yang tersedu-sedu, dia kesal dan marah, kepada dirinya sendiri dan orangtuanya. Karena orang tuanya melarang dia berhubungan dengan pemuda yang di senaginya, pamuda itu mempunyai mata yang sipit dan senyuman yang manis.
Pertemuan yang tidak sengaja tepatnya malam yang indah di temani cahaya rembulan dan bintang, ada seorang teman dan pacarnya yaitu teman aku sendiri, ada seorang pemuda menyapa ku.
“Adek…! “(dan lampu motornya menyoroti muka ku)
“ Ya siapa” (aku menjawab dengan nada yang lembut), kok lampu moternya kenai muka saya, silau nih.
“Teman aku bicara itu dia mau kenalan sama kamu boleh ngak”. Nama temanku Tanti
“ Hem…!!! gurawan ku apa ya, boleh kan cuama kenalan saja kan.
Dia mendekatiku dek bolehkah kita kenalan, “Ya boleh”
“ Nama saya Dorri nama adek siapa…?”
“Panggil aja Ita… (jawaban ku dengan nada renda)”
Dia pun memintak No. Telpon ku dari sanalah kami sering bicara. Dari pertemuan yang singkat akhirnya kami berdua cukup dekat, dan dia sering ke rumah pada setiap malam minggu, kalo tidak ketemu hanya bicara lewat telpon genggam miliku. Dan tepatnya 2 bulan kenalan akhirnya pemuda ini mengungkapkan perasanya pada ku bahwa dia suka padaku, awalnya saya tidak menyangka, tapi itu kenyataanya. Kami pun pacaran.
Seiring berjalanya waktu kami berdua mennyayani satu sama lain, awalnya hubungan kami lurus saja seperti jalan tol. Tapi lama kelamaan orang tau ku mulai tahu. Awalnya respon dari mereka biasa tapi tidak ada angin tidak ada hujan mereka mulai tidak menyukai ke-kasih ku. Setiap aku dan dia berdua pada saat dia kerumah atau kami kumpul di rumah temanku, dari jahu ibu ku pun teriak.
“Nor apa gak lihat ini sudah jam berapa”, hanya sepintas bak angin yang lewat sepintas…
“Ya bu aku pulang” aku pun pamit kak adek pulang dulu lagian sudah malam juga kapan-kapan kita ketemu lagi.
“Ya pulang lah… ini sudah malam juga nih mau pulang juga.” Dah sampai ketemu…
Sikap orang tua kupun begitu seterusnya, dan pada akhirnya aku di oceh habis-habisan tepatnya pada malam hari kedua hari RAYA IDUL-FITRI, hari pertama aku pun seraturami kerumanya kebetulan pulangnya sore juga. Pada malamnya dia pun kerumah kami pun keliling kampung di rumah tetanga sekitar karena adat kami sraturami tetanga punegitu. “Ita ke rumah ajak teman-teman mu kapan lagi kalo tidak hari raya. Aku pun pulang ibu pun bicara.
“Ita besok kita ke rumah Nenek ya”
“Ya tapi gak usah nginab ya bentar aja soalnya aku mau jalan”. (aku menjawab dengan lembut pertanyaan ibuku”
“Kan kemaren, sudah malam ini ketemu juga”
“Tapi bu..?”
Bapak pun ikut bicara juga.
“Udah lah, dengarin kalo orang tua bicara, apa yang kamu harapkan dengan lelaki pendek itu, bapak gak senag kalo ita masih berhubungan dengan dia”
“Lagian keluarag itu ada yang gila dari pihak bapaknya, Ita kan mau kuliah apa yang di harpkan dengan dia”, kalo sudah kuliah ibu sama bapak berharap Ita gak nika sama orang dusun kalo bisa sesama anak kuliahan. Aku pun gak bicara sekata pun langsung masuk ke kamar yang tampa cahaya sedikitpun sambil air mata keluar dari dua bola mata ini, mata ini pun tidak mau merem sampai jam 12 malam hari pun larut malam. Kebesokan harinya teman ku bicara.
“Ita jadi kan jalannya”
“Lihat aja nanti kalo saya cepat pulang dari runah nenek, kita jalan Oke”
“Ya kasih kabar aja kalo jadi”
Kami pun berangkat ke dusun nenek yang tempatnya di desa tabar manik kecematan selangit. “Bentar kan bu?”. Ibu menjawab ”Ya samapi aja belum kok mau pulang”. “Ita terdiam” Tampa sekata pun keluar dari mulutnya.
Setelah sampai di tempat neneek ita dan ibu bercanda tawa, bu kita kerumah ayuk patma yuk, yo duluan aja nanti ibu nyusul ya. Ya sudah jawab dengan hati yang kesal.
Assalamualaikum…
Waalaikumsalam, eh Ita sipa kawan mana ibumu sama adekmu gak ikut
“Gak wak adek gak mau ikut dia mau jalan, kalo Ibu ada tempat nenek bentar lagi dia kesini juga.
“Mana ayuk Patma sama adek Tamrin?” Ita bertanya kepada wawaknya.
“Ayukmu ada di kamar dia kena marah, kalo adek Tamrin jalan ke taba renah sama kawanya.”
“Oh… Patma keluar dari kamarnya ita berkata “kok cemberut gak jalan apa”, Ita sambil senyum manis.
“Gak ah males”
“Kok males”
“Gak dibolehin sama wawakmu”, kebetulan nasip adek sama ayuknya ini sama, sama-sama gak di restui orang tuanya, karena mereka berdua anak kuliahan sedangkan pacar mereka Cuma tamat sma. Mereka berdua pun di disuruh ke kebun untuk mengambil sayuran. Di sepanjang perjlanan pun mereka berbincang membicarakan kenapa kok gak jalan kebetulan masih suasana hari raya.
“Yuk kok wawak ngak memberi izin ayuk jalan”
“Kan adek tahu sendiri wawakmu gak suka dengan pacar ayuk. (kebetulan nama nya endang)
“Jadi ayuk gak jadi jalan” “Ya gaklah dek to tadi sudah di oceh habis-habisan”
Ita tersenyum, yuk kok nawib kita sama ya. Kita mencintai sesorang tapi orang tua kita gak setuju, jujur ayuk ada pengalaman selama ayuk kuliah di Palembang. Apa yuk Ita bertanya.
“Dulu ayuk pernah pacaran dengan orang sana kebetulan pegawai bank”
“Terus… Ita semakin penasaran dengan cerita ayuknya tersebut.”
“Ya kami pacaran sebentar karena orang tuanya gak setuju juga”
“Kenapa yuk?”
“Ya kalo pacar ayuk gak masalah orang tuanya, waktu itu ayuk di ajak kerumah, rumahnya bagus banget termasuk keluarga yang adalah bak istana raja dek.”
Ayuk di ajak masuk kebetualan ada ibunya, ayuk di kenalkan dengan ibunya, ibu ini pacar saya namanya patma, owh ibunya menjawab dengan sinis, kedua orang tua kerja apa, patma menjawab hanya seorang petani bu. Owh gak selevel dengan kita nak, ibu setuju dengan pacarmu yang kemaren cantik sederajat lagi dengan kita gak malu-maluin. Patma pun lagsung pergi dmenagis sambil lari. Dek ayuk di rendakan emang kita bukan orang kaya dek gak ada keturunannya sama sekali kita hanya seorang petani. Ita terdiam, semejak itu ayuk troma pacaran dengan orang gak sederajat dengan kita mukin yang terbaik untuk ayuk hanya kak endang dek, tapi Mereka gak menghargai kita malah di hina habis-habisan dek, orang tua kita gak mikir kesana. Kalo adek kenapa gak jalan, ya yuk sama ibu dan bapak gak setuju juga kurang lebih seperti ayuk lah. Walah dek kok sama nasib kita dek. Ya sudah mukin kita hari ini di suruh tidur aja di rumah yuk.
Merekapun sampai dan memetik sayuran dan sesudahnya mereka pulang, haripun sore, sampai di dusu, bu ayok kita pulang (ita berbicara dengan ibu nya) ayok kami pamit pulang dengan Nenek, Kakek dan wawak. Samapi di dusun Muara Nilau jam 6 petang. Beberapa menik kemudian azan magrib dan malam. Pacar Ita nelpon kok gak ada kabar ya gak jadi kita jalanya, ya tadi hujan juga ya gak jadi deh, (Cuma alasan Ita aja dia gak tahu yang sebenarnya terjadi). Dorri penasaran dia gak percaya kalo gak ada masalah akhirnya dia memutuskan untuk bertanya dengan teman dekatnya yaitu Tanti, dek udah dulu ya kak ada kerjaan bentar’ ya kak gak apa-apa.
Dia pun menelpon Tanti dia bertanya?
“Tanti kok Ita tadi siang gak kasih kabar sama sekali, kita gak jadi jalan deh, apa yang terjadi sebenarnya”
“Gimana ya bingung aku mau jelasinya gimana susah kenah marah malam tadi karena dia mau jalan sama kita, katanya ketemu terusm dan sepertinya orang tuanya gak suka kepada dirimu Dorri”.
“Dorri terkejut dan oh, gitu ya sudah sekarang sudah jelas, sudah ya saya mau tidur dulu”.
Jadinya pacarnya tahu segalanya, tentang apa yang terjadi pada mereka. Besok harinya Ita kerumah tanti. Ita malam tadi Dorri nelpon aku, kenapa diamenayakan kenapa kita kemaren gak jadi jalan, oh.
“Aku binggung sekrang tan, dengan pola pikir kedua orang tua ku”
“Iya, sama aja kok orang tuamu seperti itu perasaan dulu gak, Ita bebas dekat sama siapa pun dia gak memandang bebet dan bobot “
“Entalah gak dirimu yang bingung aku juga, mukin dia mau aku ni bawak cowok kerumah bawak mobil pribadi kali ya.”
“Mukin saja Ita”
“Kalo begitu akunya gak nika-nika dong, orang takut degan aku ngeri pula kalo gak kaya, berpendidikan juga.”
“Bingung saya”
“Tan kalo tahu seperti ini, menyesal aku kuliah, seolah-olah aku ni cewek matre”
“Udah gak usah terlalu di pikirkan pasti ada jalan keluarnya ta. Tetap semangat dan berdoa”
“Benar itu tan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya”
Beberapa bulan sudah lebaran Ita pun ke kota lubuklinggau, melanjutkan pendidikan strata 1. Sesampai nya di kosan ita bereres-beres kosanya kebetulan dia anak kosan. Hp nya berdering yang menelpon yaitu Dorri, hallo dek besok kak ke kosant adek ya, oh ya kak. Dia pun bertemu, pertemuan terakhir mereka berdua. Gak lama kemudian hp Ita hilang di kampus birunya keetulan Ita kuliah di STKIP-PGRI Lubuklinggau, semejak itu mereka miskomunikasi, perlahan-lahan perasaan Ita hilang begitupun sebaliknya mereka tampa status pacaran lagi menjalani hidup masing-masing.
Beberapa bulan ini dorri menghubungi ita kembali lewat sosmed FB, dia berdua kontekan lagi, rasa nyaman pun kembali datang, Dorri mengakui kalo dia masih sayang dengan Ita, begitu pun sebaliknya, tapi Ita bicara jujur saya masih sayang sama kak tapi kak tahu masalah kita selama ini, orang tuaku gak setuju, adek takut menyakiti kak seperti dulu lagi, gak apa-apa adek menahan segalanya, rasa sayang, rindu dan seglanya, mohon maaf adek gak bisa menyakitimu lagi, kalo jodoh kita akan bersatu lagi. Dorri terdiam dan dia berkata memang aku gak patas buat dirimu solnya adek berpendidikan sedangkan aku apa jauh dari harapan orang tuamu, emang salah aku kenapa aku mencintaimu, Ita terdiam dan menagis dan gak bisa mau berbicara apa, hanya air mata yang keluar dari kedua matanya.

Ita hanya bisa menagis dan berdoa meratapi takdir disisi lain dia tidak mau di bilang anak durhaka kepada orang tuanya, di sisi lain dia harus mengorbankan perasaanya. Ita hanya bisa berdoa berharap Tuhan memberi cahaya di kegelapan walaupun dia harus menjadi seperti lilin mengorbankan dirinya demi orang tuanya.
Lubuklinggau, 12 Desember 2018

Pepi anita Lahir di Muara Nilau 19 November 1998, tempat tinggal, Kemuning lama, kel Jogoboy, kec, lubuklinggau utara II. Hanya seorang gadis sederhana yang ingin berkarya di dunia menulis, mahasiswa biasa di kampus tercinta di STKIP-PGRI Lubuklinggau dan mennikuti bebeberapa organisasi untuk mencari pengalaman HMJB&S dan HIMABISA. Harapan kedepanya ingin menjadi menulis di Nusantara dan Tujuan mengikuti Class Wirting ingin menamba ilmu agar biasa berkaraya lebih baik lagi. Akun yang bisa di hubungi FB (Pepi anita), Wa (085366104019) IG (pepi_anita) dan Email (Pepianita01@gmail.com).

 

Comments
Loading...