education.art.culture.book&media

Ibuku Malaikatku

Bumi lampung itulah desa kecil, dimana aku di lahirkan oleh seorang wanita yang hebat yaitu ibu. Aku sangat beruntung sekali memiliki ibu yang tangguh dan mampu mendidiku dari kejauhan. Seorang pahlawan yang sangat berarti dalam hidup, rela bekorban bahkan nyawa taruhannya. Siapapun bisa menjadi seorang pahlawan tetapi dibalik itu semua hanyalah ibu pahlawan yang tiada tandingannya, dialah malaikat dalam hidupku wanita yang selalu tegar dalam menghadapi pahitnya kehidupan.
Dua puluh tahun lalu ketika usiaku satu tahun ibu dan ayahku berpisah karena keterbatasan ekonomi dalam keluarga. Setelah setahun lebih berpisah dengan ayah lebih tepatnya saat usiaku dua tahun lebih ibu memutuskan untuk bekerja mencari nafkah. Ibu berencana menitipkan aku ke nenek selama masih bekerja di laur negeri walaupun dengan berat hati. Malam terakhir ibu di rumah suasana sangat mencekam perasaan gundah dan sedih menyelimuti karena harus meninggalkan aku yang masih kecil dan masih membutuhkan dekapan hangat seorang ibu. Keesokan harinya ibu ke rumah nenek dan berpamitan untuk pergi bekerja ke luar negeri demi sang buah hati. Bagaimana pun anak ialah belahan jiwa dan jantung hati, rasa bersalah meninggalkan anaknya sepertinya terus membebani mental yang sangat berat yang setiap hari harus di hadapin tapi ibu harus berjuang demi anaknya. Ibu bekerja sebagai asisten rumah tangga di luar negeri (Malaysia). Ibu ku mulai bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam di lain hari ketika waktu luang ibu bekerja di rumah-rumah lain jadi tukang kebun sebagai pekerjaan sampingan selain menjadi asisten rumah tangga untuk menambah penghasilan.
Waktu terus berputar, hari-hari berlalu ibu mampu menepis segala kesulitan yang di hadapin dalam hidupnya. Semakin dewasa aku menyadari bahwa waktu untuk bersama ibu hanyalah sedikit, karena ibu pulang kampung tiga tahun sekali itupun hanya dalam waktu seminggu ia mendapatkan cuti untuk melihat keadaan di rumah. Ibu merantau berpuluh-puluh tahun hanya demi anaknya.
Menangis karna rindu seorang ibu itu pasti ??? Ya, tak bisa dipungkiri bagaimana rasanya jauh dari ibu dari kecil sampai dewasa semua pasti akan meneteskan air mata ketika rindu melanda.
Sampai di sini aku tak pernah mampu membanyangkan bagaimana cucuran keringat ibuku yang mengalir demi mangais rezeki di tempat perantauan .Aku pun bertekad untuk belajar dengan giat sampai akhirnya setelah tamat sekolah aku melanjutkan pendidikan ku di bangku kuliah. Zaman semangkin maju sekarang aku bisa memberi kabar ibu melalui ponsel aku selalu meluangkan waktu untuk menghubungi ibu melalui telepon, menanyakan bagaimana keadaan dan kabarnya saat di perantauan yang jauh dari keluarga. Ibu bekerja sekeras-kerasnya demi kuliahku dan selalu memberiku motivasi agar terus belajar dengan giat .
Aku juga tidak pernah lupa untuk bercanda tawa dengan ibu melalui telepon untuk membuatnya tersenyum dan tertawa. Aku tak akan mampu mencapai bangku perkuliahan tanpa perjuangan dan dukungannya. Disisi lain untuk memasuki perguruan tinggi itu tidaklah mudah semua membutuhkan biaya yang sangat besar. Ibu bilang jangan terlalu memikirkan biaya untuk mu kuliah ibu telah menyiapkan tabungan untuk semua biaya keperluan kuliah dari hasil tabungan dari sebagian gaji nya.
Jauh di matanya terlihat sangat jelas bahwa semakin lama kondisi ibu semakin menua perlahan wajahnya mulia keriput , kadangkala ibu mengeluh tangan dan lutut kakinya terasa sakit. Meski menceritakannya, aku tahu sebenarnya ibu tidak ingin aku mengetahuinya. Tapi ibu tetap semangat bekerja untuk mencukupi kehidupan anaknya. Sebagai anak aku merasakan benar bagaimana perih dan pahit yang ibu rasakan selama ini. Di situlah terkadang aku merasa tersayat mendegar ibu sakit di perantauan yang jauh dari keluarga dan anak-anaknya.
Mulai dari sini, Pernahkah kita sadar dan berpikir ? bahwa ibu tidak pernah mengeluh akan diri kita ?!, Ya, mungkin ada beberapa keluhan yang sering keluar tapi yakinlah itu bukanlah benar-benar keluhan melainkan hanya ingin membuat kita sadar.
Kini usiaku telah 21 tahun sekarang aku benar-benar harus berubah menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri. Aku percaya bahwa setiap orang memiliki jalan kesuksesannya sendiri, yang tak memandang bagaimana latar belakangnya asal memiliki tekad yang kuat dan pantang menyerah. Berkat kerja keras serta doa dan perjuangan ibu saat ini aku telah lulus dan mendapatkan pekerjaan. Mungkin tidak bisa membalas jasa ibu selama ini setidaknya dapat memberikan angina segar buat ibu, aku tetap melangkah maju, gigih melawan keterbatasan yang menghadang. Aku bertekad dan berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi masa tua ibuku.
Wahyu Asriniati, saya biasa dipanggil dengan nama Ayu. Perempuan kelahiran Musi Rawas, 04 September 1999. Alamat saya di SP 7 Desa Kota Baru bercita-cita menjadi guru Bahasa Indonesia, saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi STKIP PGRI Lubuklinggau jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Comments
Loading...