Aku anak desa
AKU ANAK DESA
Perkenalkan namaku Tiara Safitri, biasa dipanggil fitri aku anak desa benaran. Buktinya, ayah dan ibuku adalah petani tulen yang tinggal didesa, berlokasi disebuah titik bagian tengah Sumatra. Setiap hari mereka sibuk kerja mencangkul disawah atau dikebun. Disawah mereka menanam padi, dikebun mereka menanam singkong. Hasil tanaman singkong digunakan untuk membuat kerupuk singkong, yang menjadi PR ibuku sehabis istirahat dari bekerja seharian. Setiap hari pekan, ayahku membawa beberapa karung kerupuk singkong itu untuk dijual kepasar.
Aku masih ingat betapa sulitnya menyakinkan ayah dan ibuku untuk mengizinkan aku melanjutkan pendidikan tinggi di pulau jawa, sendirian lagi. Soalnya aku adalah anak perempuan yang diharapkan menjadi penerus trah kesukuan dari pihak ibuku.
Jadi, seharusnya setamat SMA aku menunggu dicarikan calon suami, lalu menikah dan melanjutkan kehidupan sebagai orang desa. Ayah dan ibuku membujuk agar melanjutkan di kota B saja, yang mempunyai sejumlah sejumlah perguruan tinggi.
Aku bilang, Ayah termasuk orang yang paling kaya didesa kita, untuk puluhan tahun kerja keras setiap hari mencari uang, kalau sekolah tinggi anak-anaknya hanya disekolah tinggi agama.
Akhir perdebatan itu, ayah dan ibuku setuju aku melanjutkan pendidikan tinggi dipulau Jawa, pokoknya diperguruan tinggi yang mempunyai reputasi baik, yang tamatannya tidak menjadi pengangguran. Aku juga dinasehati untuk bisa menjaga diri, shalat tidak boleh dilalaikan dan tidak terlibat narkoba. Aku harus belajar sungguh-sungguh dan tidak berpacaran dulu sampai aku selesai S-1. Ayahku bilang agar aku juga ikut kursus untuk meningkatkan kemampuan bahasa inggris, menjadi lebih fasih baik dari segi berbicara, mendengarkan dan menulis.
Ayah dan ibuku, meskipun hanya bertani mereka adalah petani sukses didesaku. Aku yakin mereka bisa menyediakan biaya kuliah, sewa kost, biaya transportasi dan biaya hidup sehari-hari.
Ayah dan ibuku bisa sukses bukan karena memperoleh tanah warisan yang luas, sekolah mereka hanya tamat SD saja. Mereka bisa sukses seperti sekarang karena memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi.
Dua puluh tahun silam, setelah menikah mereka memutuskan pulang kampung dan mencari penghidupan didesa. Sudah beberapa tahun mereka bekerja dikota provinsi tetangga sebagai buruh pabrik. Tapi penghasilan mereka hanya cukup untuk biaya hidup secara sederhana. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin tetap berstatus buruh pabrik saat anak-anak mereka lahir.
Didesa, mereka memulai usaha dengan bertani kecil-kecila, sebagai penggarap karena tidak mempunyai sawah sendiri. Dimulai dengan sepetak sawah milik nenekku, tahun berikutnya ia sudah menggarap 10 petak sawah milik orang kampung. Lalu dengan uang yang berhasil ditabung oleh ayahku untuk membeli sebuah traktor, agar ia bisa menggarap sawah lebih banyak lagi. Pada tahun-tahun berikutnya ayah dan ibuku mampu membeli traktor lagi, sekarang mereka mempunyai 10 buah traktor.
Dwi kurnia putri lahir di Tugu Sempurna, 13 November 2000. Saat ini menempuh pendidikan di STKIP PGRI Lubuklinggau. Bercita-cita jadi penulis yang hebat.