Didukung Penuh Sesditjen Kemdikbud, Dayang Torek Rampung
Setelah melalui 11 tahun masa riset dan menampilkan cerita rakyat “Dayang Torek” dalam bentuk cerpen, buku, pementasan, hingga film pendek, Benny Institute pun memutuskan memproduksi film dokumenternya pada 2019.
Tidak mudah, projek itu hanya bisa menghasilkan dummy film di akhir 2019. Tiga wilayah yang menjadi lokasi narasumber dan pengambilan gambar—Lubuklinggau, Musirawas, dan Muratara—mensyaratkan dukungan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan film, produksi pun dilakukan terus-menurus sesuai dengan ketersediaan dana.
Pada 2021, atas dukungan Sekretariat Direktorat Jenderal Kemendikbudristek, produksi Dayang Torek akhirnya bisa rampung. Total 13 tempat dan 20 narasumber akhirnya didatangi semua. Meskipun begitu, proses editing film ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Pada editan ke-6 alias akhir November 2021, Dayang Torek akhirnya ketok palu purnaproduksi.
“Kami harap film ini bisa menjadi edukasi penting terkait cerita rakyat Dayang Torek. Kami bukan hanya menggali profil Dayang Torek, tapi juga pengaruh dan sejumlah problem budaya yang muncul karena ikok kebudayaan tersebut bersinggungan dengan luaran otonomi daerah yang membuat Musirawas melahirkan Lubuklinggau (2001) dan Muratara (2013),”
kata Dedeyonass selaku sutradara.
“Terima kasih kepada Sestditjen dan para sponsor yang telah membuat proyek 11 tahun ini, justru akhirnya rampung di tengah pandemi,” pungkas Benny Arnas selaku produser.
Selanjutnya, Benny Institute akan menyerahkan film ini kepada Kemendikbud. Selain itu, Dayang Torek direncanakan juga akan diikutsertakan serta diputar dalam dalam sejumlah acara film dan festival.*