education.art.culture.book&media

Rengas

Oleh Rido Amilin*

Sunyi, begitulah sebutan yang pas untuk hutan.Tak banyak hal-hal yang membuatnya keruh.Hijaulah sudah daun-daunya. Pohon-pohon besar menjadi salah satu bentuk ke indahan  tersendiri dalam kesunyian hutan. Kesunyian menjadi pecah dan tidak beraturan.Ketika malam bertamu dengan nyanyian riang-riang hutan.Hingga menimbulkan kebisingan yang tak lagi sunyi. Seolah-olah tidak memiliki tua untuk di hari depan. Lalu tangispun mekar di segala penjuru.

***

Sejak tadi pagi Unto sudah terbangun. Ibunya masih tertidur lelap.  Hanya beberapa butir embun yang mungkin mengetahui ia pergi. Hingga larut  dan tumbuh menjadi perbincangan banyak orang.

Unto… unto… dimana kamu nak. Tangis Anoy ibu Unto pecah sejak pagi.

Warga terlihat berdatangan kerumah Unto. Tanpa sebab Unto menghilang sebelum embun itu lenyap di bakar sinar matahari. Ibunya menangis.Wajahnya terlihat sangat pucat. Tak ada ucapan lain selain nama anak semata wayangnya itu.

Belakangan ini banyak anak-anak yang hilang entah kemana, Unto adalah yang kesepuluh. Polisi lokal masih menyelidiki kasus aneh itu.Tak lupa juga Pak Nano kepala kampung, yang sibuk mengumpulkan orang-orang untuk menjaga keamaan kampung.

‘’ Aku yakin anak-anak di kampung yang hilang di ambil oleh Ninik Tokak Belakang’’ Rony meyakinkan teman peronda.

‘’Hus.Jangan bicara sembarangan.’’Tono menangkisnya sambil menyulut rokok.

Tepat pukul sepuluh malam, warga berkumpul untuk mencari Unto dan anak-anak yang lainya. Sebelum berangkat Pak Nano memberikan sedikit wejangan.

‘’Kita akan membuat 5 kelompok. Sementara itu akan mencari kesetiap sudut perkampungan, dan jangan berpencar. Meskipun ada hal-hal yang aneh sekalipun.’’

Suasana kampung Rumah Tinggi berdenyap sangat sunyi, bahkan suara jangkrikpun tak bergiang pada laren-laren di tepi jalan umum. Sudah lelah orang-orang berteriak, tak ada sedikitpun jejak-jejak yang mereka temukan. Beberapa bulan lalu Wak Kumis datang dari Jawa, sebagai seorang yang kawin silang Wak Kumis harus menetap di jawa mengikuti istrinya. Hanya Wak Kumis yang pandai dalam menginvestigasi hal-hal aneh seperti kasus Unto.Wak Kumis memiliki sebagian ajian turun-temurun dari Nek Puyang, itulah harapan besar yang di miliki Kepala kampung dan juga para ibu yang kehilangan anak-anaknya.

Unto dikenal dengan hatinya yang baik, tak pelak semua warga datang untuk menghibur hati Anoy ibunya.Selain baik hati.Unto juga rajin melakukan ibadat.Hal-hal inilah yang membuat masyarakat tak henti-hentinya memberikan dukungan Materi maupun moral kepada ibunya.

Sudah terhitung tiga hari Unto dan beberapa anak lainya belum di temukan, warga kampung hanya berharap penuh pada Wak Kumis. Memang banyak cakap-cakap bergulir dimana-mana.Tapi hal itu di tepis oleh kepala kampung Rumah Tinggi.

‘’Koncor, kalau bicara itu harus di iringi dengan otak yang cerdas.Wak Kumis bukan sembarangan orang. Beliau adalah sesakti yang pernah di miliki oleh Kampung Rumah Tinggi ’’ tegas Kepala kampung

‘’ Memang berita yang tersebar seperti itu, tapi Depati, bagaimana kami tahu dengan Wak Kumis dapat menyelesaikan hal yang begitu rumit ini? Sedangkan polisi-polisi mungkin dalam hatinya mengeluh dengan kejadian aneh ini’’

‘’Memang hal ini sangat aneh, hal-hal seperti ini tidak dapat di jelaskan melalui Sains sekalipun.Hanya orang-orang teladan kampung yang memahami hal ini melebihi pendidikan polisi. Dahulu umurku masih 15 tahun, di kampung Rumah Tinggi ini hamper setiap petang Jum’at anak-anak hilang tanpa sebab. Sedang anak-anak kecil-kecil menangis setelah menjelang magrib.Kala itu Kampung Rumah Tinggi hanya berdoa dan pasrah.Juga polisi-polisi menyerah dalam hal itu.Tapi semua kecemasan berubah ketika Wak Kumis mengumpulkan warga.Beliau berkata.Kita hanya perlu pemancing untuk menemukan jejak anak-anak ini.Warga-warga sibuk mempersiapkan sesajen pemancing.Perlu waktu dua hari.meskipun waktu itu para ibu hanya dapat menangis. Tapi tangis itu berubah menjadi bahagia.Setelah anak-anak mereka di temukan. Sejak itu nama Wak Kumis tersohor di Jagat Sumatera. Begitulah pengalamanku ujar Kepala Kampung.

‘’lalu siapa yang menculik anak-anak itu, dan dimana Wak Kumis menemukannya?’’ tegas Koncor tak percaya.

‘’Banyak yang bertanya, termasuk aku. Tapi Wak Kumis tipe orang yang tidak ingin mengungkit-ungkit hal-hal seperti itu.

Sejak tadi pagi, Rumah Unto di penuhi warga, semua memakai peci.Sehabis isya warga melaksanakan baca yasin bersama-sama. Karena Wak Kumis akan tiba 2 hari lagi. Warga hanya berkumpul dan berdoa, semoga anak-anak mereka dalam keadaan sehat dan di lindungi.

Kampung Rumah Tinggi kini di tunggangi oleh sepi, sangat akrab di sapa oleh sunyi-sunyi yang bergantung pada mata-mata ibu yang kehilangan anak-anaknya, meskipun segala hal telah di upayakan.Sejak hari ini terhitung tinggal satu hari lagi kedatangan Wak Kumis. Wak Kumis akan datang di kampung tepat malam hari sehabis magrib. Mendapati kabar kedatangan Wak Kumis, warga tenang seolah-olah mereka akan mendapati hujan selama sertus tahun kekeringan. 

‘’Anoy, jangan bersedih, Wak de Kumis akan datang tabahkanlah hati. Terus berdoa’’ Ujar Ayuk ipar memeluknya sambil menangis.

‘’Iya yuk Cak, aku hanya memikirkan kesehatan anak itu.’’

Sebelum magrib jatuh di Kampung Rumah Tinggi, kepala Kampung sudah menyiapkan buah-buahan yang di sumbangkan oleh Warga, buah-buahan itu di sugukan di rumah Anoy, warga sangat menanti-nanti kedatang Wak Kumis. Nasi ketan sudah disiapkan di depan rumah, memang seperti itu kebiasaan-kebiasaan yang ada di kampung Rumah Tinggi.

Semua berkumpul Wak Kumis sudah datang’’ salah satu warga yang berteriak dari jauh.Mereka berbondong-bondong menghampiri rumah Anoy, Anoy yang terlihat pucat itu mendadak wajahnya seolah ada garis pelangi ketika kedatangan Wak Kumis.Kopi, belimbing, telur ayam kampung warna hitam dan arang sudah di siapkan.Tak ada yang boleh di dalam rumah. Kecuali Wak Kumis, begitulah pintanya. Orang-orang menunggu di Garang rumah Anoy, mereka sangat tak sabar untuk memeluk anaknya kembali. Hamper dua jam Wak Kumis di dalam rumah, ia berbicara. Tapi tak seorangpun yang berda di dalam rumah Anoy kecuali Wak Kumis, suasana menadak sangat sunyi, lebih sunyi dari kuburan umum.Tak ada yang memahami percakapan-percakapan Wak Kumis dengan mahkluk Halus tersebut.Tapi warga tak menghiraukan hal itu, mereka hanya menunggu Wak Kumis menemukan anak-anak mereka.

Setelah empat jam berdiam di dalam rumah Anoy, Wak Kumis keluar. Ia membisikan pada Kepala kampung untuk menyiapkan colop, dan bambookuning dengan dua ruas panjangnya. Polo dan warga kampung lain berlari memenuhi permintaan wak kumis. Dengan membawa air kelapa muda ditanganya, dan Colop yang meyala di tanganya Wak Kumis mendekati  tiang rumah Anoy, dua tiang kayu Rengas yang besar berdempet, sementara satu bamboo di tusuk ke cela tiang pohon rengas itu. ‘’Allahuakbar’’ sekilas waktu seolah seperti tertahan, warga hanya terbelalak melihat tiang pohon rengas itu seperti bergeser sendiri dengan satu jari Wak Kumis.Terlihat Unto dan anak-anak yang lainya sedang duduk melingkar di dalam cela pohon terampit dua itu, mereka terlihat sedang mengaduk-aduk cacing yang membuntal-buntal.

Tangis bahagia pecah ketika anak-anak itu kembali pada peluk ibunya. Banyak yang bertanya siapa yang melakukan hal ini kepada Wak Kumis, tapi Wak Kumis hanya pelan dan senyum sederhana menjawabnya, jin penunggu pohon rengas, mereka hanya marah kepada Ubar ketika menebang pohon tidak permisi. Unto menjelaskan mereka  seolah-olah berda di sebuah kamar dengan banyak makanan. Mereka sedang di suguhkan Mie goreng, dalam hati warga untung saja Wak Kumis cepat menemukanya, kalau tidak mereka sudah makan cacing yang di kira mie goreng.

Selepas hal itu, Wak Kumis pulang kerumah ibunya, malam itu bintang tumbuh menghiasi tangis bahagia, terlhat Anoy dan ibu-ibu yang lainya sangat erat memeluk anak-anak mereka.

Malam tumbang dengan nyanyian-nyanyian hujan yang rintik perlahan.Lalu lenyap di iringi suara jangkrik yang melengking di dalam laren-laren yang di penuhi air hujan.

Batu Nunggal (Bandung) 1 Maret 2016

Keterangan :

Laren : selokan di tepi jalan besar

Garang : Lantai rumah tinggi ruang depan.

Colop : Obor bamboo kuning . Kayu Rengas : Kayu besar bulat bergetah

Berdenyap (Diam sekali atau sangat sunyi) Bergiang (Mendengung)

Biografi Penulis :

            Rido Amilin, berasal dari Tanah Sumatera Selatan,  khusunya di Kabupaten Musirawas Utara. Kecamatan Rupit. Hobi menulis sejak kelas 2 smp, kemudian setelah tamat SMA melanjutkan kuliah di Bandung, Di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

            Sejak masuk ke Isbi Bandung, sudah banyak menulis Naskah Tetaer, Scenario Film.puisi, cerpen.Semoga cerpen sederhana ini dapat di terima terimakasih.

Nama Lengkap            : Rido Amilin

Pekerjaan                     : Seniman

Email                           : ridoamilin@yahoo.com

Facebook                     :edojimboy@yahoo.com

No HP                         :0822-8101-1591

Comments
Loading...