education.art.culture.book&media

Sekeping Mimpi

 

 

 

     Sekeping Harapan

Perkenalkan Namaku Dara Fitriani aku duduk di bangku SMA. Biasa teman-temanku memanggil dengan sebutan Dara Siang itu matahari berada persis di atas ubun-ubun.Tapi aku tak peduli. Aku terus berjalan di atas pematang sawah bertanah retak. Ingatanku hanya padanya ibu.
 Hawa sejuk menyambutku. Memenuhi rongga pernapasan, membuat sesak akibat berjejalan di dalam bis kota selama dalam perjalanan tadi menguap sudah. Aku menikmati saat-saat itu sebagai bagian dari rasa syukur  yang selalu Ibu ajarkan.pada saat kami menghadapi betapa perihnya hidup.  Sabar, itu nomor satu kata ibu. Yang kedua, ucapkan syukur setiap waktu. Semakin sering kita bersyukur, akan semakin bertambah nikmat yang Tuhan karuniakan kepada kita ucap Ibu
Ibu yang sangat penyabar. Kesulitan hidup yang dilaluinya selama menikah dengan Bapak adalah bagian dari kenikmatan yang selalu disyukurinya.Berbagai cobaan tumpang tindih, tetapi kesabaran Ibu sanggup mengalahkan permasalahan hidup. Ibu mengajarkan kepada kami, bahwa hidup ini bukan untuk dikeluhkan, tetapi untuk dijalani dengan tulus dan ikhlas.Aku memiliki dua orang saudara yang membutuhkan banyak biaya hidup dan pendidikan.
               Teruntuk lagi buat adek aku yang duduk di bangku SMP dan dia sambil pesanter maka itu biaya yang dibutuhkan sangat banyak, Aku duduk di bangku SMA kelas dua sudah mencari perkejaan supanya untuk meringankan biaya, Aku berkerja disekolah TK Nurul Huda. Paginya saya berkerja dan siangnya saya sekolah setiap hari kegiatan saya seperti itu untungnya saya bisa membagi waktu antara belajar, kerja dan beribadah. DIikit demi sedikit uang hasik kerja aku sisihkan untuk biaya kuliah nanti, tidak kerasa saya sudah kelas tiga SMA di mana pikiran saya bisa kuliah kayak teman-teman yang lain yang orang tunya mampu dan mendukung untuk anaknya biar bisa kulah. Ada rasa iri didalam hati kenpa yang lainya bisa yang lainya mampu dan kenpa ak enggak, setelah ak lulus SMA aku semkin semngat buat mencari uang untuk biaya kuliah dan tidak lupa saya berdoa. Alhamdulilah usaha dan kerja kersa saya tidak sia-sia kalo kita ada niat dan usah pasti disitu jga ada jalan. Sejak aku memutuskan untuk kuliah sambil bekerja di luar kota, praktis kesibukanku menyita waktu. Untuk sekedar menjenguk Ibu saja aku nyaris tidak bisa. Dan dua bulan sudah -sejak keluarga kami pindah ke kampung ini-, aku belum menengok Ibu, Bapak dan adik-adikku lagi. Dulu, kami tinggal di sebuah kota kecil, tempat persinggahan para wisatawan yang melintas dari Jakarta ke Bandung. Tapi kota itu makin semrawut dan membuat kehidupan kami tak nyaman lagi. Apalagi adik-adikku sedang dalam proses tumbuh remaja. Pergaulan yang kurang baik di tempat tinggal kami sebelumnya sangat riskan bagi perkembangan jiwa mereka. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah dan memulai kehidupan yang baru di kampung kecil ini.  Sejak pindah itulah kehidupan kami mulai mengalami kesulitan yang lebih besar. Bapak mulai jarang berangkat kerja karena sakit-sakitan.
Sebagai seorang istri, Ibu menerima keadaan ini dengan lapang dada. Ia lebih memilih tinggal di kampung dengan kehidupan sederhana dan kekurangan, daripada tinggal di kota dan menyaksikan anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik. Kehidupan yang bukan merupakan pilihan, tetapi saat kita berada dalam lingkungan yang dominan  seperti itu, dengan sendirinya kita akan terjebak hingga sulit untuk melepaskan diri. Ibu rela turun ke sawah untuk menjadi kuli menanam padi, menyiangi gulma, dan memotong padi saat panen tiba. Bahkan ketika para pemilik sawah sudah tidak memerlukan pekerja lagi, Ibu rela memungut sisa-sia padi hasil panen yang terbuang di tanah. Kegiatan yang tidak pernah Ibu lakukan selama kami tinggal di kota. Apalagi saat bapak masih bekerja. Tetapi, dengan ketulusan hati dan kebesaran cintanya kepada kami Ibu rela melakukan semuanya.
Saya berusaha untuk agar tidak menysahkan ibu lagi, Dan ternya di kampus saya, saya mendapatakan bidikmisi yang saya impikan sejak dulu, Ahmdulilah saya sangat bersyukur bisa mewujudkan harapan-harapan yang saya impikan membuat bapak dan ibu bangga memiliki anak seperti aku. Terimaksaih ibu yang telah selalu mendukung member semangat agar ak bisa seperti ibuk yang tangguh menghadapi segala kesulitan dalam keluara, mencoba sabr dan tenang dalam menghadapi semunya tanpa mu aku buka siapa-siapa ibu.

Terimakasih telah membaca cerpen singkat dari aku

Wiwin Lestari lahir di lubuklinggau, 6 juli 2001. Aku senang menulis dari duduk di banggu SMA menulis buku Diary sekarang aku sedang menempuh pendidikan di STKIP-PGRI Lubuklinggau. Aku bercita-cita menjadi sorang penulis sekligus menjadi guru Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Comments
Loading...