education.art.culture.book&media

CAHAYA MASA DEPAN KEDUA (Tugas BWC #3)

Matahari mulai tak menampakkan cahayanya, suara panggilan shalat mulai diperdengarkan, tetapi lelaki itu tetap semangat walaupun seharian ia sudah menguras habis keringatnya karena paparan sinar matahari yang terus mengikutinya siang itu. Lelaki hebat itu namanya Andi. Walau usianya yang kini masih terbilang masih muda karena baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas, ya..bisa dibayangkan jika usianya masih dua puluh tahunan. Meski usianya masih muda, ia sudah cukup matang untuk memikirkan masa depannya kelak. Andi berasal dari keluarga yang cukup berada, anak laki-laki satu-satunya dari dua saudara. Karena adiknya perempuan dan ia merupakan anak tertua, hal itulah yang membuatnya lebih bertanggung jawab dan memiliki pemikiran yang dewasa.

Tak pernah sekalipun terlintas dipikirannya untuk terus mengandalkan materi dari kedua orangtuanya. Andi rela jika ia harus pergi ke luar negeri untuk membantu perekonomian keluarganya, karena ketika itu usaha yang di geluti oleh ayahnya mulai surut. Dengan segala persiapan yang sudah matang, Andi sudah siap untuk berangkat ke luar kota untuk mengikuti tes pemagangan ke negeri sakura. Seperti ada cahaya yang begitu terang di bola mata Andi, dengan sejuta impian dan harapan yang sudah tersusun rapi di dalam benaknya. Dengan tekad yang bulat, ia akan tetap berangkat mengikuti seleksi itu, walaupun ada seorang wanita yang dengan teguh melarangnya untuk berangkat. Wanita itu tak lain tak bukan ialah kekasih Andi, kekasih yang sudah tiga tahun ini menjalin kasih dengannya dan selalu ada di sisi Andi dalam suka maupun duka.

“Sayang tolong jangan pergi kamanapun! Tetaplah disisiku” tetesan air mata tak lagi bisa dicegah ketika membasahi wajah cantik kekasih Andi. “Dengarkan aku, aku hanya pergi untuk sementara waktu. Tidak untuk selamanya” Andi memegang wajah kekasihnya sembari menghapus air mata yang terus mengalir. “Tetap saja, kau tahu tiga tahun itu tidak seperti halnya tiga hari, dan kau akan meninggalkanku selama itu. ah sudahlah.” kekasih Andi membuang muka seperti kecewa. Andi memeluk erat tubuh mungil kekasihnya itu dan menjelaskan segala kemungkinan yang akan terjadi, hingga akhirnya kekasihnya mengizinkan Andi untuk berangkat ikut seleksi itu.

Andi dengan semangat packing barang untuk berangkat ke Bekasi, hari itu juga hari terakhir pertemuan Andi dan kekasihnya. Tidak ingin membiarkan Andi sibuk sendiri mempersiapkan segala kebutuhannya, kekasihnya pun membantu Andi untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan seperti seorang istri yang membantu suaminya. Akhir pertemuan itu setelah nantinya mereka akan bertemu lagi yang wkatunya belum bisa dipastikan kapan, dan lagi-lagi kekasihnya tak kuasa untuk menahan tetesan air mata.

Berangkatlah Andi ke Kota Bekasi, tempat yang nantinya akan menghantarkannya pada suatu cahaya masa depan. Hari demi hari Andi lewati penuh dengan semangat, tak jarang jika weekend ia selalu mengabari keluarganya dan juga menelfon kekasihnya yang selalu menantikan kabar darinya. Keluarga dan kekasihnya selalu support Andi walau hanya lewat pesan suara, hal itulah yang membuat Andi terus dan terus optimis.

Panasnya terik matahari tak jarang ia rasakan ketika masa pelatihan, berbagai macam kegagalan sudah di cicipi olehnya. Semua itu tak menggoyahkan semangat Andi karena dalam benaknya sudah tertanam kalau dia harus berhasil demi orang-orang yang ia sayangi yang sedang menunggu keberhasilannya dari sebrang pulau sana. Tetapi ketika semuanya sudah berjalan dengan lancar, harapan dan impian sudah di depan mata dan tinggal satu langkah lagi untuk mencapainya sesuatu hal yang tidak pernah sama sekali terbayang olehnya terjadi. Dalam sekejap mata mengubah segalanya. Semangat yang tadinya membara kini tak ada lagi, senyum manis yang menenangkan tak lagi terlihat, canda tawa seperti mustahil untuk didengar dan bola mata yang dulu bercahaya kini penuh air mata yang siap membanjiri wajahnya.

Kekecewaan yang dirasakan Andi bermula ketika Andi mengikuti tes akhir sebelum keberangkatan ke negeri sakura. Sebelumnya Andi mendapatkan kabar jika ia lolos dan bisa megang ke negeri Sakura dengan penghasilan yang bisa dibilang dua atau tiga kali lipat dari gaji di negeri sendiri, Andi pun sudah mendapatkan surat penempatan kerja dan yang paling penting ia sudah mendapatkan surat izin tinggal di negeri asing itu. Kabar gembira itupun sudah sampai ke telinga keluarga dan kekasihnya. Segala keperluan untuk keberangkatan ke negeri sakura sudah ia persiapkan. Tetapi ternyata sebelum keberangkatan masih ada satu tes lagi, tes yang dilakukan adalah tes kesehatan. Andi mengikuti tes itu dengan optimis karena pada tes sebelumnya ia dinyatakan sehat dan tidak terjadi kelainan apapun pada dirinya.

Dua minggu sebelum keberangkatan ke negeri sakura, Andi mengikuti tes kesehatan yang ketika itu juga diikuti oleh peserta lain. Meski optimis menyelimuti pikiran Andi, namun tak menutup kemungkinan Andi juga risau menunggu hasil tes itu. hanya dalam waktu beberapa jam hasil tes pun keluar. Dan pada saat itu pula kenyataan berkata lain, Dokter menyatakan Andi terkena serangan bronkitis. Penyakit yang menyerang paru-parunya. Memang beberapa hari belakangan Andi merasa dirinya kurang sehat dan beberapa kali ketika batuk ia mengeluarkan percikan darah. Tetapi Andi tak menghiraukan hal itu, ia pikir hanya batuk biasa. Ternyata keteledorannya itu sangatlah fatal.

Hingga akhirnya Andi di karantina oleh tim penyeleksi, ia diasingkan karena tim penyeleksi sangat ketat mereka takut jika penyakit Andi menular ke teman yang lainnya. Rasa kecewa, sedih, marah bercampur menjadi satu. Andi seperti orang yang sudah kehilangan tujuan hidup. Andi masih memiliki kesempatan selama satu minggu untuk menyembuhkan penyakitnya dan jika penyakit itu tak kuncung sembuh maka Andi dinyatakan gugur.

Dengan rasa tak tega untuk mengabari keluarganya, tetapi bagaimanapun juga ia harus memberitahu keluarga dan kekasihnya di sebrang pulau sana. Sedih dan kecewa juga dirasakan oleh keluarga Andi, terlebih kekasihnya karena ketika itu Andi sempat meminta kekasihnya untuk meninggalkannya dan mencari pria lain yang tak penyakitan seperti dirinya. Kekasih Andi pun sangat terpukul dengan permintaan Andi yang tak masuk akal.

“Apa artinya kebarsamaan kita selama tiga tahun ini kalau hanya dengan masalah seperti itu aku harus meninggalkanmu?” ucap wanita mungil itu via telfon yang suaranya sudah tersedak-sedak karena ia berbicara sambil menangis. “maksudku bukan seperti itu, aku hanya ingin yang terbaik untukmu, aku ingin kau mendapatkan lelaki yang sempurna, yang….” Andi belum rampung berbicara sudah dipotong oleh kekasihnya, “yang apa lagi, yang apa lagi, ayo katakan! Tak ada satupun orang didunia ini yang sempurna, aku dan kamu itu diantaranya. Apa kamu masih ingin aku meninggalkanmu?” ucap kekasihnya marah dan kecewa. Andi terdiam lama, tadinya ia ingin sekali jika sudah pulang dari perantauan ke negeri orang itu untuk segera melamar kekasihnya, tetapi dengan kejadian pahit yang menimpanya ini, harapan itupun sirna. Bukan berarti Andi tak ingin bersama dengan kekasihnya untuk selamanya, tetapi ia tak ingin jika nantinya ia tidak bisa membahagiakan kekasihnya di kemudian hari.

Satu pekan telah berlalu, Andi sudah siap dengan segala kemungkinan dan segala keputusan yang nantinya akan ia terima dari tim penyeleksi. Andi sangat menaruh harapan besar jika dia akan diberikan kesempatan lagi untuk tetap berangkat sembari ia berobat menyembuhkan penyakitnya. Keputusan tim tak sejalan dengan harapan Andi. Meskipun Andi seorang laki-laki, ia tak ragu dan tak malu untuk menangis, bagaimana tidak jika perjuangannya selama berbulan-bulan ini musnah hanya dalam waktu sekejab. Dengan berat hati ia harus pulang satu minggu sebelum keberangkatannya untuk berkumpul bersama keluarganya lagi dan tak bisa melanjutkan keberangkatan.

Derai tangis Andi terus ia perlihatkan, keluarga dan kekasihnya sudah menunggu kepulangannya meski dengan rasa sedikit kecewa. Keterpurukan terus dirasakan Andi, tak jarang ia melamun juga yang membuat keluarga dan kekasihnya sedih meilhat kondisinya saat itu. Keluarga, sahabat dan kekasihnya terus mensupport Andi untuk terus bangkit kembali. Tak jarang pula kekasihnya menemani Andi untuk berobat ke Dokter, mengajak Andi untuk jalan-jalan agar pikirannya lebih fresh dan dengan perlahan bisa melupakan kejadian pahit itu.

Hampir tiga bulan lamanya ia hanya di rumah saja membantu pekerjaan ayahnya dirumah dan tak ada kegiatan lain yang ia hasilkan. Hingga pada suatu ketika kekasihnya berkata “Apa kamu mau terus seperti ini? Kamu pikir kalau kamu seperti ini terus bisa membuat ibu dan ayahmu senang dan bahagia? Kalau kamu seperti ini terus yang ada kamu semakin membuat mereka sedih. Paham!” kata-kata itu terus terngiang-ngiang dipikirannya seperti hantu yang terus mengikutinya. Semalaman ia tak bisa tidur memikirkan hal itu, dari ia merasakan pergantian waktu, mendengarkan suara aneh dan sampai ia mendengar alunan panggilan shalat yang menandakan akan terbit matahari. Bergegaslah Andi mengambil air wudhu dan menghadap yang maha kuasa, untaian doa menjadi sajak-sajak yang ia ucapkan saat menadahkan tangannya untuk mendapatkan petunjuk dari yang maha kuasa.

Mentari pagi mulai memancarkan sinarnya, pancaran sinar dari wajah Andi juga sudah mulai terlihat. Tak seperti hari-hari biasanya yang wajahnya terlihat mndung, kali ini terlihat ada cahaya dari wajahnya. Semangat mulai ia perlihatkan, Andi bertekad akan terus berjuang demi orang-orang yang ia sayangi dan melupakan kejadian pahit beberapa bulan lalu. Ia mencari lowongan pekerjaan kesana kemari di bantu oleh kekasihnya, senyum manis dari bibir kekasihnya membuat Andi semakin bersemangat. Kekasihnya pun sangat bahagia melihat Andi sekarang seperti Andi yang dulu, yang penuh dengan semangat dan tak mengeluh.

Setelah beberapa lamaran pekerjaan ia masukkan ke beberapa tempat kerja, akhirnya ada panggilan interview dari salah satu kantor swasta untuknya. Walau hari sudah mulai mendung ia tetap berangkat ke kantor itu untuk interview demi mendapatkan pekerjaan itu. Setelah interview ternyata esok harinya Andi sudah diminta untuk mulai bekerja di tempat itu. kabar gembira itupun langsung ia beritahukan kepada kekasihnya. Bahagia menyelimutinya kala itu.

Andi sekarang sudah bekerja di kantor itu dan menikmati pekerjaannya, meski beberapa kali ketika mendengar kabar dari temannya yang sudah ada di negeri sakura itu ia masih terpukul, namun ia harus melupakan itu semua dan memulai hidup baru dengan pekerjaan yang ia jalani sekarang. Dan berharap dengan pekerjaannya ini ia bisa membuat keluarganya bangga dan bisa sesegera mungkin melamar kekasihnya yang selama ini menemaninya dalam keadaan apapun. Di mata Andi kekasihnya bagaikan cahaya masa depan kedua yang mampu membuatnya merasa lebih berarti.

 

 

Comments
Loading...