education.art.culture.book&media

MEMARAHI DENGAN ANGGUN

Ayah tidak pernah membentak kami dengan kasar. Seperti orang jawa kebanyakan, beliau adalah seorang Priayi yang menjadi role model dalam kehidupan kami.

Suatu kali, aku mengepel lantai namun bukanya bersih malah semakin kotor karena bercak yang tidak rata. Bukannya marah beliau malah tertawa dan bilang, ”ini ngepel apa membatik?” seketika aku ikut tertawa dan dengan senang hati mengepel kembali.

Lalu saat disuruh menyuci kendaraan, aku hanya menggunakan air se-ember, ayah bertanya lagi, ”ini nyuci motor apa nyiram motor?” lagi-lagi aku tersenyum karena ayahlah yang akhirnya mengambilkan selang air (kadang-kadang kami suka usil sengaja melakukan kesalahan demi mendengar candaan ayah.

Cara ayah ini juga aku tiru, saat melihat sampah-sampah bertebaran di-mana-mana aku tidak langsung menyuruh muridku, aku berjongkok agak lama mengambil beberapa sampah lalu menjatuhkan satu atau dua sehingga muridku datang membantu, tanpa disuruh mereka meneriaki teman-temanya, “kasihan Miss, harus munguti sampah sendiri… biar kami saja Miss! Kami janji tidak akan buang sampah sembarangan!”

“Oh ya? bagus sekali itu, terima kasih ya…” sambutku dengan senang hati. Sejak itu jarang kulihat sampah bertebaran.

Ada lagi murid yang bandel dan super badung. Ada saja kelakuanya yang sangat membuat jengkel, memarahinya akan membuatnya semakin nakal, jadi aku menyuruh temanya untuk menempelkan stiker kecil (tidak berbekas di baju) di punggungnya setiap dia berulah nanti tiap pulang sekolah akan dihitung berapa banyak stiker yang menempel. Hari pertama banyak sekali stiker sampai hari ke-dua-belas punggungnya bebas stiker.

“Iho, kemana stiker mu Donni?” tanyaku takjub. He..he.. dia tersenyum bandel, “terlalu nakal ga enak miss, sepanjang jalan pulang ke rumah aku ditertawain dan capek juga melepas stiker itu tiap hari. Lain kali ganti hukumanya Miss.”

Apa aku sukses? Tidak! Donni tetap saja bandel hanya saja dia tidak terlalu sering membuat ulah. Lumayan… Pook.. Pook tepuk-tangan untuk diri sendiri.

Enak ya, kalau disuruh dengan lembut, dimarahi dengan kata-kata yang tertata rapi. Rasanya kok beda saat kita dibentak, dimarahi dengan kasar. Selain menyakitkan, itu juga membuat takut. Takut membuat kesalahan; takut mencoba hal baru karena takut dimarahi!

Besok-besok kalau mau marah, mau menyuruh-nyuruh dengan lemah lembut ya… Pasti yang disuruh senang, kita juga senang karena apa yang kita mau kerjakan dapat dilakukan dengan baik. Ya, walau ga baik-baik amat kan masih bisa dikerjakan lagi besok.😊

 

Lubuklinggau, 9 September 2016
Teras Rumah

#Parentingneducation

 

Comments
Loading...