education.art.culture.book&media

SEPASANG MAHKOTA

Kugantung seribu mimpi, berharap kelak ‘kan terwujud satu demi satu. Salah sekiannya menjadi anak yang memasangkan-sepasang mahkota untuk orang yang amat bersusah payah melahirkan, menjaga, dan mencukupi kebutuhanku. Tak mudah memang beradaptasi era milenial, dimana badan harus sigap menghadapi pergaulan bebas pada usia yang beranjak dewasa. Namaku Syae, anak yatim yang tinggal dalam keadaan serba kekurangan, serta harus pontang-panting bekerja dari rumah ke rumah sebagai buruh cuci.

            Mana mungkin seorang ibu bisa membiarkan anaknya bekerja, tapi takdirku berbicara lain. Wanita yang kerap kusapa ibu, sakit sudah sekian lama. Oleh karena itu, siap tidaknya aku harus melakukan seribu cara untuk asa yang terpatri dalam hati.

            Tak dapat berkelit, aku juga sering menggerutu pada Tuhan atas apa yang aku terima. Mungkin ini sisi dari ketidak-bersyukurnya aku. Sedang  janji Tuhan itu pasti: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (kenikmatan) kepadamu…,” begitulah pedoman yang kini harus menjadi alarm saat diri lelah. Manusiawi sih jika lelah, tapi salah juga bila harus berhenti. Sebanyak apapun kerikil yang melintang bukanlah tidak mungkin bagi Tuhan mengubah keadaan manusia. Terlebih lagi kehilangan sosok ayah membuatku hidup lebih keras lagi.

            “Kamu kenapa, nak?” tetiba ibu memanggil dalam keadaanku yang masih melamun.

            “Tak apa, bu. Maafkan Syae yang belum bisa membahagiakan ibu.”

            “Maa syaa Allah, nak. Ibu tidak berharap apapun dari kamu, ibu hanya ingin melihat         kamu bahagia.”

            Seperti itulah seorang ibu, ibu tidak pernah menuntut apapun pada anaknya. Ibu slalu ingin membuat anaknya bahagia. Karena dia tahu, dalam kondisi saat ini bukanlah hal yang harus dikeluh.

            Pelajaran moral yang aku dapat: menjadi seorang ibu harus tangguh, meski

dalam kondisi sakit, tidak bisa mempersempitperan kita. Karena wanita adalah rahim peradaban, seorang ibu harus serba bisa.

            Tak apa-apa, dunia tak pernah bercanda. Saat ini yang menjadi prioritas selain mencari uang adalah bagaimana menjadi anak yang shaleha. Harapan setiap anak sebetulnya, walau tertatih-tatih lamat demi lamat kusisipkan sedikitnya kalam Allah agar bisa memberikan sepasang mahkota untuk keduaorangtuaku di jannah.

            “Bu, tolong ridhoi setiap langkahku. Aku jua ingin memberikan sepasang mahkota untuk ibu dan ayah.”

            “Do’a ibu selalu menyertaimu, nak. Maafkan ibu, karena kondisi ibu seperti ini.  Kamu harus membagi waktu belajarmu sembari mencari uang. “

            Sebegitu indah mendengar perkatakaan ibu, aku tahu do’a ibu akan selalu menyertai setiap perjalanan ini.

            Nova Asari, 05 Februari 1999. Saat ini menempuh pendidikan di STKIP PGRI Lubuklinggau. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bercita-cita menjadi seorang penulis.

Comments
Loading...