education.art.culture.book&media

Sebuah Mimpi

Namaku melati, ini kisahku tentang tentang gadis sederhana yang memiliki sebuah impian untuk membanggakan kedua orangnya dan merubah pandangan masyarakat tentang sebuah pendidikan tinggi yang hanya dimilik oleh anak dari keluaraga yang berada. Kisah ini berawal dan mulai sangat terasa sejak aku duduk dibangku kelas tiga Sekolah Menengah Atas, saat itu aku merasa sangat kebingunggan dalam menentukan akan kemana setelah aku lulus nanti. Sedangkan teman-temanku selalu bercerita tentang kemana mereka akan melangkah menentukan masa depannya. Sedagkan aku, aku juga punya impian sama seperti mereka. Tapi aku merasa takut dan bimbang, karena menginggat keadaan keluargaku yang hidup sederhana, aku merasa takut jika impianku ini akan menjadi beban bagi kedua orang tuaku. Hingga suatu hari aku menceritan dan menggungkapkan perasaan dan keinginanku yang ingin menempuh pendidikan ke perguruan tinggi untuk menjadi seorang guru, aku bercerita pada ibuku tentang keinginanku yang ingin menjadi guru Bahasa Indonesia. Iya, sejak dulu aku sangat mengemari pelajaran Bahasa Indonesia karena aku sangat senang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa dan arti sebuah kalimat dengan mendalam, karena itulah aku sangat menggemari pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah lama bercerita dengan ibu, lalu ibuku berkata “Jika memang kamu benar-benar ingin menempuh pendidikan keperguruan tinggi dan jika kamu bersungguh-sungguh, maka ayah dan ibu akan berusaha agar kamu bisa menempuh pendidikan ke-Perguruan Tinngi. Tapi kamu harus janji kamu akan bersungguh-sungguh dalam belajar dan menyelesaikan pendidikanmu sampai selesai”.
Saat itu aku sangat senang mendengar ucan ibuku, tapi masih sedikit bimbang dan aku bertanya dengan ibu “Tapi bagaimana dengan biaya kuliahnya bu? Apakah tidak membebankan ibu dan ayah?”
Lalu ibuku menjawab “Jika kamu punya keinginan dan bersungguh-sungguh, maka ayah dan ibu akan berusaha dengan keras agar dapat memenuhi biaya kuliahmu nak”. Saat itu aku sangat senang hingga mataku berbinar-binar, aku sangat senang akhirnya aku memiliki harapan untuk masa depanku.
Beberapa hari kemudian, aku mulai aku datang ke sebah Kampus Perguruan Tinggi dan mendaftarkan diri agar dapat menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi tersebut. Setelah pulang sebelum aku memasuki rumah, aku mendengar tetangga-tetanggaku menyindir tentang tidak tahu diri, bahwa anak dari keluarga yang sederhana berlagak ingin kuliah, padahal makan saja hanya dapat hari demi hari. Ya, tentu saja mereka menyindirku, tentang keingginanku yang melanjutkan pendidikan di-Perguruan Tinggi. Saat itu aku merasa sedih dan bimbang, apakah aku akan melanjutka keingginanku untuk Kuliah atau berhenti saja, agar tidak membebankan orang tuaku dan kami tidak akan jadi gunjingan tetangga-tetangga kami lagi.
Tiba pada hari kelulusanku di-Sekolah Menengah Atas, telah tibah hari perpisahan pada Sekolah tempatku belajar, bermain dan bercanda bersama teman-temanku, sekarang kami berjalan masing-masing untuk menentukan masa depan dan sebuah harapan untuk sukses dengan cara masing-masing. Tiba hari aku melakukan tes agar bisa masuk ke jurusan yang aku inginkan, awalnya aku ragu dan tidak yakin. Setelah menunggu beberapa saat hasil tesnya keluar, aku sangat senang dan tidak menyangka bahwa aku mendapatkan nilai yang cukup bagus bagiku dan lulus dari ujian. Setelah pulang aku memberitahu ibuku tentang hasil ujian kemampuan diriku di Perguruan Tinggi yang aku inginkan, aku mendapatkan pujian dari ibuku. Karena itu tekatku semakin bulat dan aku semakin yakin untuk kelanjutkan pendidikanku di Perguruan Tinggi, agar aku dapat membanggakan kedua orang tuaku dan membuktikan pada orang-orang bahwa pendidikan yang tinggi tidak hanya milik anak dari keluarga yang berada.
Hari pertama Kuliah pun dimulai, hari ini hari pertama aku melaksanakan perkuliahan. Tapi pagi-pagi sebelum aku sampai di kampus aku mendapatkan sarapan yang tidak enak dari tetangga-tenggaku. Ya, tahulah namanya juga ibu-ibu kalau tidak menghujat pasti harinya tidak menyenangkan.
“Hey, itu kan si melati. Anaknya bu inem yang begaya mau nguliahin anaknya kan? Padahal makan aja pas-pasan” kata seseorang ibu di keruman itu, saat aku menunggu angkot untuk berangkat ke Kampus.
“Iya bu, itu si anak yang ngak tahu diri itu. Udah tahu penghasilan orang tuanya pas-pasan maksa mau Kuliah” sahut salah seorang ibu-ibu yang ada disana.
Ucapan mereka jelas merusak moodku pagi itu dan membuatku semakin yakin untuk membuktikan pada mereka bahwa aku bisa dan perjuangan orang tuaku tidak akan sia-sia. Aku pasti bisa membuktikan bahwa pendidikan adalah hak semua anak meski pun dari keluarga yang miskin.
Hari berlalu dan setiap hari aku selalu mendengar cemohan-cemohan di setiap hari. Dan karena itu, aku sudah terbiasa dan tidak perdulih lagi dengan ucapan-ucapan yang menjatukan diri, aku mala semakn bersemangat untuk menyelesaikan pendidikanku agar aku dapat membuktikan kepada semua tetanggaku. Bahwa ini aku, anak yang kalian hina dari keluarga sederhana mampu membanggakan kedua orang tuaku.
Sekarang tiba hari ujian akhirku untuk mendapatka gelar Sarjana Pendidikan yang sangat aku harapkan selama ini. Hari ini berlangsung sangat menegangkan bagiku, aku sangat takut dengan hasil ujuannya, meskinpun aku sudah belajar dengan giat dan berdoa, tapi ini sangat menegangkan bagiku. Setelah bebrapa saat setelah selesai pelaksanaan ujian akhirnya, hasil ujiannya pun keluar. Saat meliahat hasil ujiannya mata berbinar-binar dan aku rasanya tak sanggup lagi untuk bicara. Akhirnya usaha dan doaku serta dukungan dan doa orang tuaku tidak sia-sia. Aku berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan dan itu membuatku sangat senang sampai aku menangis dikeramain dan aku tidak merasa malu, karena aku merasa sangar senang.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari ini adalah hari wisudaku. Aku sangat senang akhirnya impianku benar-bena tercapai. Aku berjalan diantara kedua orang tuaku sambil membawa toga dan surat bukti kelulusan. Hari itu aku ibu-ibu tukang rumpih itu saat kami pulang. Mereka menegur orang tuaku dan berkata “Bu inem, melati udah lulus ya kuliahnya? Hebat ya melatih bias lulus kuliah gtu”
“iya bu, Allhamdulillah melati udah lulus” jawab ibuku sambil tersenyum bangga.
“Iya ya, ngak yangka melati bisa sampe lulus kuliah. Dulu dikira ngak akan sampe lulus loh” sahut ibu yang lain.
“Iya bu, Allahamdulillah. Kami permisih pulang dulu ya bu-ibu” sahut ibuku. Setelah beberapa minggu, aku melamar pekerjaan, akhirnya aku dipanggil untuk wawancara kerja. Akhirnya aku diterima mengajar di Sekolah Menengah Atas sebagai guru Bahasa Indonesia. Ya, memang gajinya belum seberapa. Tapi aku merasa bersyukur dan merassa senang akhirnya impianku untuk menjadi guru akhirnya tercapai. Dan sekarang hinaan dan cacian yang aku dengar dulu kini berubah menjadi pujian.
“Nak kamu contoh tu, si melati. Dia orang tua miskin tapi bisa Sekolah ke-Perguruan Tinggi. Kamu tu belajarnya yang giat dong biar seperti si melati bisa jadi Sarjana gitu” inilah salah satu pujian yang sering aku dengar sekarang, bukan lagi cemohan sepaerti dulu.
Setelah beberapa tahun bekerja, aku mengikuti tes untuk kenaikan jabatan dan syukurnya karena usaha dan doa. Aku bisa naik jabatan dan menjadi guru tetap di Sekolah tempat aku mengajar. Setelah beberapa bulan kemudian, aku bertemu Rian. Pria yang menurutku tampan dan berwibawa, ia adalah seorang polisi. Aku bertemu dengannya saat hari upacara nasional dikantor wali kota yogyakarta. Setelah pertemuan itu kamu menjalin hubungan yang serius karena menginggat kami bukan anak kecil lagi untuk bermain-main tentang sebungan. Setelah hampir delapan bula kami menjalin hubungan, akhirnya Rian melamarku dan kami pun menikah. Hindupku kini semakin terasa lengkap, kini aku sudah memiliki semuanya, orang-orang yang selalu mencintaiku dan menyayangiku. Impian menjadi guru tercapai, usaha ku dan doa kedua orang tuaku tidak sia-sia dan hinaan yang sering kami dengar dulu sekarang telah berubah menjadi pujian.
Inilah kisahku, semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Bahwa pandangan pendidikan Tinggi bukan untuk mereka yang miskin, itu adalah sebuah kesalahan dalam penilaian masyarakat. Karena pendidikan adalah milik semua orang yang ingin berusaha dan memiliki niat serta tekat kuat. Terimakasih semoga dapat mengispirasi kita semua.

Biodata penulis
Nama : Cindi
Tanggal Lahir : 04 Juli 2001
Pekerjaan saat ini : Sedang menempuh pendidikan di STKIP PGRI LLG
Cita-Cita : Guru Pendidikan Bahasa Indonesia yang juga ahli menulis

Comments
Loading...