education.art.culture.book&media

Me VS Pempek

Pempek apakah dengan peraturan baru ini cita rasa ikanmu akan menggeser, warna cuka mu akan kau ganti. Apakah rasa pedas mu akan kau hilangkan gahar nya. Bagaimana tampilan mu setelah ini.

Bagaimana dengan nasib para laskar pempek pinggiran, apakah ke eksisan nya tetap bersinar, kala pajak melanda sebesar 10%, apalagi yang bisa ia kurangi dikala harga 1000 saja engkau tak bisa berkutik banyak, asal ada pembeli saja maka hidup berlanjut besok.

Tak mudah bagimu dapat bertahan diharga yang sama, ketika rugi yang kau dapat, tapi tak berjualan bagaimana selanjutnya, nasib dapur yang tetap harus mengepul, kadang hanya menghela nafas lalu melanjutkan kembali dengan berharap.

Apakah karena saking lakunya pempek semua harus berpajak. Pempek tak beromset banyak , pedagang berkeliling yang tiap saban hari menyebar, menggais rezeki berjalan kaki, berpeluh peluh demi receh yang cukup untuk mengganjal perut. jangan ditambahkan embel embel pajak lagi, sesak bagi mereka jika harus ditambah beban baru.

Padahal pempek – pempek yang dibawa keliling ini lah cikal bakal kota pempek dikukuhkan, ciri khas pedagang yang menambah daya tarik wisatawan, menikmati makan pempek dan mengirup cuko di mangkok kecik, jikalau dibandingkan dengan salah satu dari banyak kebahagian, kalo mulut belum temakan pempek belum bahagia.

Jangan ubah wajahmu pempek, pajak tak akan menggetarkanmu, tanpa mu pempek yang berkeliling, rasa berada di Palembang tapi begitu jauh rasa nya raga.

By vieka vianti

Comments
Loading...