education.art.culture.book&media

Telur Dadar

Ukuran rumahnya tak besar hanya muat televisi Ukuran kecil, Tempat tidur yang sekaligus disulap menjadi ruang tamu. Sebuah WC kecil di pojok kiri, warna cat rumah yang sudah berubah Warna aslinya. Belakangan yang aku tahu mereka hanya numpang tinggal. Senyum nya teduh kala ia memberiku telur dadar dan nasi hangat, tercium bau harum bawang merah dari telur dadar yang ia sajikan, Wangi nya bahkan sampai saat ini aku tak lupa. 20 tahun sejak kejadian hari itu.

Masih teringat hari dimana dikejar segerombolan anjing penjaga siang itu, karena tergoda jambu yang ranum dipinggir kebun. Kami berempat kala itu.karena berada di paling atas dahan, aku ditinggal teman-temanku. Mereka kabur sekuat tenaga karena anjing-anjing itu mengikuti mereka dari belakang. Aku tak berani turun anjing yang dengan lidah menjulur dibawahku tampak garang.

Kalo ibuku tau aku memanjat lagi, habis mungkin diceramahinya, maklum saja aku anak perempuan, tetapi teman- teman sebaya ku semua lelaki dan sekaligus juga saudara sepupuku. Terenyuh tak bisa pulang dan bermalam diatas pohon jambu air. aku mendengar langkah kaki mendekat, seorang anak perempuan yang berapa tahun lebih tua dariku mengusir si anjing. Alhasil aku pun turun dengan selamat.

Alu mencari cara untuk menemukan perihal sang ibu yang menolong ku. Lalu aku teringat dengan salah satu pegawai dirumah yang pulang ke arah sana. Kudapati dari ceritanya ternyata si ibu merantau ke daerah ini, dan suami nya adalah penjaga kebun serta sesekali keluar kota menjadi kuli angkut. dengan seksama aku mendengar cerita dari nya.

Aku berbincang dengan teman temanku, untuk mengunjungi sang ibu. Mereka mengiyakan dan tampak bahagia akan bertemu anjing lagi dan melakukan balas dendam kepada mereka , aku menghela nafas saja melihat antusias mereka. sambil membawa beberapa buah tangan yang kuambil dari rumah serta meminta izin pada ibu terlebih dahulu. Akhirnya ibu tahu apa yang kami lakukan kemari siang dan menasehatiku untuk tak terlalu jauh bermain, serta meminta kakak sepupu ku yang sudah duduk di bangku SMA untuk menemani kami, karena terlalu jauh untuk anak seumuran kami ke daerah itu. Aku mengiyakan, sore keesokan harinya kami pun kesana. Sang ibu tampak terkejut melihat kedatangan kami dan menyambut dengan senyum teduhnya.

Mereka mempertontonkan segala jurus untuk balas dendam pada si anjing, dan kami tertawa terbahak bahak menyaksikanya. Sang ibu menyuguhi kami teh hangat dan singkong goreng sambil bercerita sesekali.

Sampai pada suatu hari ayah meski berpindah tugas ke luar kota, aku akan jarang pulang ke kota kelahiranku. Bagiku itu nasi telur dadar yang berkesan, disajikan dengan tulus. mungkin itulah saat aku gelisah telur dadar dan nasi hangat salah satu pengobat tenangku, bahwa apapun yang dilakukan dari hati akan sampai ke hati juga.

By. Vieka Vianti

Comments
Loading...