Seperti 6 (enam) tahun lalu
Hari ini saya melihat pemandangan yang persis seperti 6 tahun yang lalu, waktu saya duduk di bangku 6 sd. Pemandangan sangat luar biasa yang mampu menghancurkan hati seluruh pemandang nya. Bagaimana tidak kejadian itu menggingatkan saya tentang perjuangan bapak dengan kobaran api saat itu, dengan kaki tergopoh-gopoh menuju sumber air seskali ia menyiramkan airnya kepermukaan gambut yang penuh dengan api dengan cepat membakar seluruh perkebunan miliknya.tidak tahu salah siapa, bapak yang tidak merasa membakar lahannya pun ikut kena imbas nya, sangat di sayangkan tak ada bantuan dari manapun untuk memadamkan nya, hanya bapak dan ibu yang terombang-ambing berupaya menenangkan kobaran api. Waktu itu saya tidur bersama adik, setiap sepertiga malam saya pasti terbangun untuk minum karena itu sudah menjadi kebiasaan, sedikit terheran kenapa dirumah itu hanya ada saya dan adik, kemana ibu dan bapak, padahal hari sudah sangat larut. ketakutan selalu mengahantui saya, hingga tidak bisa munutup mata kembali, seketika pintu yang terkunci perlahan terbuka dengan pasti saya mendengarkan kelotekan suara kunci berusaha membuka pintu itu, dengan suara nada rendah sudah saya duga sedang lelah, ternyata mereka kedua orang tua saya, dengan muka kusam dan baju yang penuh dengan keringat, serta tubuh yang sangat kotor, saya saksikan dengan mata saya sendiri.( apa yang terjadi pak buk?).tanya ku. (Loh kok belum tidur, terbangun ya, ibu lupa beri minum di sebelah kasurmu tadi, berani ambil sendiri ya, hehe (sambil mengusap muka yang penuh dengan air keringat/air mata kelelahan) tidak ada apa-apa kok ndok, tadi ibu bantu bapak padamkan api di kebun kita supaya tidak semakin luas apinya, sudah tidurlah kembali esok kamu sekolah kan.(jawab ibu).
Ibu dan bapak pintar sekali menyembunyikan lelah nya sampai saya harus binggung bagaimana menyudutkan mereka tentang kelelahan mereka. Esok harinya saya terbangun untuk bergegas mandi setelah itu sekolah, jam menunjukan pukul 07:00 wib namun embun pagi belum juga surut, sampai tiba dipekarangan sekolah pun embun seperti mengikutiku, karena tak kunjung Sulut juga, pukul 10:00 embun perlahan hilang namun apabila saya memandang benda dari kejauhan masih tidak bisa terlihat, kendaraan yang berlalu lalang menghidupkan lampu jarak jauh nya, seakan mereka berkendara tidak terlihat dengan aspal, guruku yang saat itu terlambat masuk kelas ternyata membagikan masker penutup hidung dan mulut kepada seluruh siswa, ia membagikan sembari berkata bahwa yang terjadi saat itu bukan lah embun melaikan asap yang terjadi karena kembakaran hebat sebuah PT dekat permukiman kami, guru kami berpesan bahwa jangan ada yang membuka masker sebelum asap reda. Saat itu asap sempat memudar, tak lama kemuadian pandangan kami sudah tak terlihat lagi, asap semakin menguap, banyak teman-teman ku yang batuk, bahkan ada yang disusul oleh bapak dan ibu nya karena asap sudah terlalu tebal. Pengumuman terdengar di telinga bahwa untuk esok hari siswa dan siswi di perbolehkan belajar di rumah mengingat asap yang tebal tidak baik untuk kesehatan serta tidak elok untuk banyak beraktifitas di luar rumah. Banyak mobil pemadam kebakaran yang berlalu-lalang di sepanjang jalan, banyak sekali orang berseragam orange bermuka tegas datang, dan beberapa saat terdengar suara helikopter sebagai bantuan untuk memadamkan api.
Asap tebal terjadi kurang dari 3 hari lamanya, saya tak bermain dengan teman-teman, tak berjumpa dengan mereka, dan hanya berdiam di rumah saja, mengapa asap ini bisa sampai setebal itu, sehingga aktifitas terhenti, sebetulnya itu salah siapa? Apakah ada oknum yang sengaja membakar lahan? Ataukah sedang ada pembukaan lahan? Atau bagaimana? Mengapa?. Pertanyaan seperti itu selalu muncul di fikiran, apakah ini sebagai teguran bagi manusia karena tak mampu menjaga keutuhan ciptaan tuhan? Entah lah mengapa itu semua bisa terjadi begitu hebat, tidak ada yang menjawab pertanyaan saya, semua orang seperti bungkam dengan hal itu, mereka sibuk dengan lahan nya masing-masing. Sedikit saya mendapatkan pernyataan bahwa manusia egois, hanya memikirkan lahan mereka tanpa memikirkan bagaimana nasib hewan di dalam hutan yang terbakar disana, manusia sibuk pergi mencari tempat aman sedangkan banyak tumbuhan yang terbakar atas ulah mereka. Tidak habis fikir tentang itu semua, apakah ketika nanti saya sudah besar akan berperilaku seperti itu?? Itulah fikiran saya waktu itu.
Berlalu sudah tentang asap tebal, jalan yang waktu itu sempat ramai dengan kendaraan pengangkut air kini sudah sepi, suara helikopter yang sangat berisik sudah tidak terdengar lagi, laki-laki gagah nan tampan sudah tak terlihat lagi. Semua telah usai sekolah sudah beraktifitas seperti biasa dan manusia kembali untuk merayakan kemenangan sulutnya api. Udara segar sudah berhembus beriringan dengan percikan Air hujan waktu itu, bapak dan ibu yang kembali tersenyum sembari mengambil bak mandi untuk wadah air hujan, terdengar suara bapak (allhamdullilah, suburlah tanah negeriku). Waktu itu mungkin tegura bagi kami yang terkena asap tebal karena lalai dalam menjaga ciptaan tuhan, lalai dalam melindungi hutan, lalai dalam memanfaatkan hutan, dan lalai beryukur atas nikmat yang Tuhan berikan. Semenjak hari itu manusia beramai-ramai menanam tumbuhan dan merawat nya kembali, beberapa trik di lakukan suapaya tidak terjadi kebakaran kedua kalinya, semua manusia berandai agar tumbuhan yang mereka tanam tidak membuat meraka meneteskan air mata lagi. Banyak plang bertuliskan DILARANG MEMBAKAR HUTAN DAN LALAN, DILARANG MEMBUANG PUNTUNG ROKOK SEMBARANGA, DILARANG MEMBUAT API UNGGUN DI KAWASAN HUTAN, spanduk besar tertata rapi di setiap tikungan jalan, sebagai media menginggatkan manusia suapaya lebih berhati-hati dalam mengelola lahan.
Seperti cerita awal tadi, hari ini seperti pemandangan 6 tahun silam, kali ini di tempat yang berbeda jauh dari kejadian 6 tahun silam, asap tebal menyelimuti seluruh persawahan didesa itu, nyaris keseluruhan dipenuhi asap, kembali bertanya ulah siapakah ini?, Namun sudah lah sepertinya tidak akan ada yang menjawab lagi. Saya lewati perjalanan itu dengan mengingat masa yang pernah terjadi dan lebih parah dari keadaan tersebut, yang namanya asap tetap tidak baik bagi kesehatan manusia apalagi untuk paru-paru serta saluran pernapasan.
Api tidak akan berkobar apabila tidak ada biang yang menghidupkan, seperti itu lah hutan tidak akan terbakar apabila tidak ada yang berulah, mungkin ini gejala alam seperti terjadi gesekan antara daun dan ranting pepohonan, namun apabila kita sebagai sesama cipataan tuhan menjaga kelestarian hutan maka kebakaran tidak akan terjadi, membakar hutan dan lahan demi kepentingan pribadi adalah bentuk nyata sebagai manusia egois tak memikirkan keadaan ciptaan tuhan yang lain, matikan puntung rokok hingga benar-benar mati jangan dibuang sembarangan apalagi ketika sedang berada dihutan.hutan adalah paru-paru dunia, apaba paru-paru dunia tidak ada yang menjaga maka dunia ini kekurangan oksigen yang menyebabkan semua cipataan tuhan sirna. Mari kita jaga apapun yang ada di sekitar kita, jangan menjadi manusia egois, karena semua nya di ciptakan memiliki fungsi masing-masing, tugas kita menjaga dan merawat agar tetap asri.